Saya Memilih Bersama Kaum Muda
Oleh: Siti Hardijanti Rukmana
“Nuwun sewu (mohon maaf) pak, yang bapak maksud dengan hal-hal yang bisa menggagalkan itu apa saja?” ragu saya bertanya.
“Begini, mungkin dalam perjalanan bertugas, kamu temui intrik-intrik dan hal-hal yang tak relevan. Hal-hal yang tidak perlu kita tanggapi. Seperti yang kamu ceritakan ke bapak, bahwa banyak orang meragukan kemampuan kamu. Kamu tidak perlu terbebani dengan hal tersebut, yang penting kamu tetap bekerja dengan sepenuh hati. Intinya kesabaran harus selalu mendampingimu wuk. Karena dengan kesabaran akan menuntun kita berfikir jernih, sehingga keputusan yang kamu ambil, insya Allah tidak salah.”
“Jadi kalau saya bisa melaksanakan itu semua, saya bisa memimpin pak?” penasaran saya bertanya.
“Ya tidak, masih banyak lagi syarat-syaratnya, di antaranya, bahwa kebesaran seorang pemimpin itu, diukur dari usaha pengorbanannya dalam upaya mencapai sasaran.”
Pesan bapak itu selalu saya pegang. Saya berusaha mengasah diri, untuk memenuhi persyaratan menjadi pemimpin, sebagaimana yang bapak gariskan. Namun berat sungguh melaksanakannya. Pada saat itu, emosi masih sering menyapa saya, mungkin juga faktor usia, dimana saat saya memenangkan tender tersebut tahun 1986, umur saya masih 37 tahun.
Ada pesan bapak yang juga selalu menjadi motivasi kerja saya, beliau berpesan, “ Dalam pembangunan, tidak hanya tergantung dari berapa majunya teknologi atau besarnya proyek, tapi tergantung juga pada kualitas manusianya.”
Dari pesan bapak di atas, mendorong saya untuk lebih memilih tenaga-tenaga muda, bersama-sama saya menyelesaikan proyek besar ini.
Banyak yang menanyakan pada saya, kenapa tidak memilih tenaga professional saja, bukankah anak-anak muda ini belum punya pengalaman. Mereka tidak akan mampu menyelesaikan proyek ini. Apalagi ini merupakan proyek swasta pertama yang membangun jalan toll.