MATARAM – Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, Hj. Suhartini, meminta guru honorer meningkatkan kualitas pendidikannya, agar bisa lulus menjadi calon aparatur sipil negara (CASN) melalui tes seleksi sesuai formasi yang tersedia.
“Kalau mau menjadi aparatur sipil negara (ASN), guru honorer harus belajar dan ikut tes CASN, sehingga tidak fokus menuntut pemerintah untuk mengangkat langsung,” katanya, kepada sejumlah wartawan di Mataram, Sabtu (29/9/2018).
Ia mengatakan, peningkatan kualitas tenaga guru honorer, sehingga mampu mengikuti seleksi CASN, menjadi harapan Kementerian Pendidikan RI, karena itu guru honorer tidak mesti mengandalkan pengangkatan otomatis.
“Untuk belajar, guru honorer juga bisa melakukan secara mandiri, tidak harus menunggu program dari pemerintah,” ujarnya.
Apalagi, katanya, dalam setiap pembukaan rekrutmen CASN, formasi untuk tenaga guru selalu lebih banyak dibandingkan formasi tenaga lainnya. Kondisi itu terlihat juga pada formasi 2018 untuk Kota Mataram, di mana tersedia 130 formasi dari total 262 formasi yang ada.
Menurutnya, jumlah guru honorer di Kota Mataram saat ini tercatat 1.300-an, jumlah itu termasuk guru honorer kategori dua (K2) dan guru tidak tetap (GTT).
Untuk pengeluaran SK guru honorer dilakukan kepala daerah, tetapi untuk GTT dikelurkan pihak kepala sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan sekolah membayar gaji bagi GTT.
Di Mataram, lanjutnya, rata-rata gaji GTT sebesar Rp300 ribu per bulan yang anggarannya bersumber dari dana bantuan operasional sekolah (BOS), namun sesuai ketentuan dana BOS yang bisa digunakan untuk menggaji GTT hanya 15 persen.
“Ketentuan itulah yang mengikat kepala sekolah dalam mengangkat GTT. Artinya, jika mereka mengangkat GTT lebih dari kuota, maka gajinya tidak boleh diambilkan dari dana BOS,” ujarnya.
Dia mengakui, sejauh ini Kota Mataram kebutuhan guru masih sangat kurang, apalagi dengan adanya kebijakan moratorium rekrutmen CASN dalam lima tahun terakhir ini.
“Namun demikian, pihak sekolah tetap berusahan mengoptimalkan SDM yang ada tanpa berani lagi mengeluarkan SK untuk GTT selama dana BOS tidak mencukupi. Tetapi, jika ada kebutuhan guru dan dana BOS masih mencukupi pada batas 15 persen untuk membayar GTT, kepala sekolah masih boleh mengangkat,” katanya. (Ant)