JAKARTA – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, mendukung pengembangan penelitian bidang obat-obatan herbal, agar dapat dimanfaatkan secara lebih luas oleh masyarakat dan telah teruji klinis.
Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti, dalam Konferensi Internasional Obat Herbal (ICHM) 2018 di Jakarta, mengatakan, pemerintah sedang fokus dalam pengembangan bersama antara sektor riset pendidikan tinggi dan sektor kesehatan.
“Saya sebagai Ketua Komite Bersama Kemenristekdikti-Kemenkes di mana pengarahnya Pak Menteri Ristekdikti dan Bu Menkes dan eselon I eselon II. Kita rapat rutin tiap tiga bulan untuk membahas berbagai macam masalah-masalah kedua pihak, termasuk penelitian untuk herbal juga,” katanya, Selasa (4/9/2018).
Dalam forum tersebut, juga dibahas berbagai persoalan lain, seperti pendidikan untuk tenaga kesehatan, undang-undang pendidikan kedokteran, dan pengembangan sistem akademik obat-obatan herbal.
Ghufron juga mengapresiasi adanya ICHM 2018 yang diselenggarakan di Universitas Yarsi, untuk mendokumentasikan secara ilmiah obat-obat herbal Indonesia yang telah digunakan oleh masyarakar tradisional sejak lama.
Dia berharap, pada konferensi yang dihadiri beberapa peneliti dari berbagai negara, seperti India, Korea, Amerika, dan Indonesia, agar bisa mengembangkan keanekaragaman hayati Indonesia, yang berpotensi untuk menghasilkan beragam obat herbal.
Ghufron menginginkan, obat-obatan herbal harganya lebih terjangkau, bisa menggantikan obat-obatan untuk penyakit berat dengan harga yang mahal.
Terlebih, katanya, obat-obat herbal bisa masuk dalam formularium nasional yang terdaftar dalam skema penjaminan BPJS Kesehatan.
“Indonesia berbeda dengan Cina, berbeda dengan Hong Kong, berbeda dengan Taiwan, di mana obat tradisionalnya dimasukkan ke dalam skema. Kita belum, maka forum ini kalau bisa memasukkan ke dalam formularium nasional. Kalau sudah masuk itu akan bagus sekali,” kata Ghufron.
Dia mengungkapkan, salah satu alasan belum dimasukkannya obat herbal dalam skema penjaminan BPJS Kesehatan, karena ada perbedaan pendapat dari para pemangku kepentingan terkait dengn obat herbal itu. (Ant)