MK Gelar Sidang Lanjutan PHP Kepala Daerah Malut

Editor: Koko Triarko

JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang perselisihan hasil pemilihan (PHP) Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari pihak Termohon, Pemohon, Bawaslu/Panwaslu, serta DKPP, yang diajukan oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nomor Urut 3, Abdul Gani Kasuba-M. Al Yasin Ali. 
Dalam sidang sebelumnya, Pemohon mendalilkan adanya enam desa di Jailolo Timur, Kabupaten Halmahera Utara, yang belum melakukan pencoblosan pada 27 Juni 2018. Warga yang berdomisili di enam desa tersebut enggan menggunakan hak pilihnya, lantaran lokasi pemungutan suara yang tidak sesuai dengan domisili pada kartu tanda penduduk (KTP).
“Sebab, di dalam KTP mereka berdomisili di Halmahera Barat. Tetapi, mereka dimasukkan ke dalam daftar pemilih di Halmahera Utara. Enam desa di Jailolo Timur tersebut memang berada di wilayah perbatasan antara Kabupaten Halmahera Utara dengan Kabupaten Halmahera Barat,” kata Kepala Desa Bobaneigo, Abdullah Fara, di depan majelis hakim MK, selaku saksi Pemohon, membenarkan warga di enam desa tidak mau memakai hak pilihnya.
Dia menyebut, warga desanya memiliki KTP dan KK Kabupaten Halmahera Barat, namun DPT  yang tercantum adalah Halmahera Utara. “Secara sosiologis, mereka lebih terikat sebagai warga Halmahera Barat. Sebab, sebelum pemekaran pada 2003, penduduk di enam desa bagian dari Halmahera Barat,” ujarnya.
Saat ditanya Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, mengenai proses penyelesaian dari pemerintah desa, Fara menyebut hal tersebut sudah dilakukan. Sebagai kepala desa, ia sudah mengajak, agar penduduk enam desa di Jailolo Timur tersebut untuk menggunakan hak pilihnya, namun mereka tetap enggan menggunakannya.
“Penduduk yang tidak menggunakan hak pilih di enam desa mencapai 3.800 orang, dan permasalahan ini juga terjadi dalam Pileg dan Pilpres 2014 lalu, juga dalam pemilihan Bupati Halmahera Barat. Kala itu, para penduduk desa tidak mau menggunakan hak pilihnya, karena alasan serupa,” jelasnya.
Persoalan mengenai wilayah Kabupaten Halmahera Barat dan Halmahera Utara juga dibenarkan oleh Bawaslu Provinsi Maluku Utara.
Dalam keterangannya, Anggota Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Aslan Hasan, mengungkapkan, ada dua kecamatan dan terdapat dua kades dalam setiap desa di enam desa tersebut.
“Jadi, kalau kita berkunjung ke sana, di dua kecamatan itu ada masing-masing dua kantor camat. Di tiap desa ada dua kepala desa, kepala desa versi Halmahera Barat dan kepala desa versi Halmahera Utara. Karena pengakuan yuridisnya desa-desa dan kecamatan ini masuk pada wilayah Halmahera Utara, maka pelayanan administrasi kepemiluan kita selenggarakan atas nama Halmahera Utara,” ungkapnya.
Sementara itu, Perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Wahyu Chandra, sebagai Anggota Biro Hukum Kesekjenan Kemendagri, mempertanyakan terkait posisi Kemendagri sebagai Pihak Terkait dalam perkara tersebut.
MK melalui Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, menyampaikan jika Kemendagri dilibatkan untuk menjelaskan posisi penduduk di enam desa yang bermasalah. Tetapi, Wahyu tidak memberikan keterangan mengenai hal tersebut, dengan alasan perlu mempersiapkan terlebih dahulu untuk menjelaskan perkara yang ada.
“Saya akan berkoordinasi pada bidang yang khusus menangani permasalahan tersebut di Kemendagri. Kami belum mempersiapkan, karena baru menerima surat pemanggilan di MK pada tanggal 16 kemarin,” ujarnya.
Lihat juga...