MATARAM — Pemilik sekolah gratis yang terdampak gempa di Dusun Labuhan Pandan, Sambalia, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Munawir Haris mengaku kesulitan untuk mendapatkan terpal yang digunakan untuk pemulihan trauma bagi murid-muridnya itu.
“Sekarang saya ada di Kota Selong mau cari terpal dan tikar, tapi belum dapat. Ada yang ukuran besar tapi uangnya tidak cukup, ukuran 8 x 6 meter saja Rp800 ribu,” kata pimpinan Yayasan Anak Pantai itu kepada Antara melalui pesan singkatnya, Minggu malam (26/8/2018).
Jumlah murid di bawah yayasannya itu 111 orang dari tingkat SD Islah Bina Al Umah dan SMP Anak Pantai.
Padahal pemulihan trauma itu, sangat penting mengingat murid-muridnya yang anak-anak tenaga kerja wanita (TKW), anak-anak yatim piatu, serta orang tidak mampu saat ini secara psikologisnya terganggu mengingat rumahnya sudah ambruk.
Terlebih lagi, gempa besar yang terjadi pada Minggu (19/8) serta beberapa gempa susulan lainnya berpusat sekitar lima kilometer dari dusun tersebut atau tepatnya di Gili Sulat.
Dirinya semula berharap akan mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat, bukan hanya untuk sekolahnya saja melainkan untuk warga dusun lainnya.
“Tapi sampai sekarang belum juga mendapatkan bantuan itu. Padahal kami sederhana hanya meminta terpal dan selimut, itu saja,” ujarnya.
Ia mengaku sudah mentok untuk menolong murid-muridnya termasuk warga di dusunnya yang mayoritas rumahnya ambruk. Termasuk rumah dirinya juga di bagian belakang yang semula hanya retak-retak saja, kini ambrol mengingat gempa susulan terus terjadi.
Semula dirinya mengandalkan para dermawan saja untuk melanjutkan hidup tapi tentunya tidak bisa seterusnya diminta tolong. “Harapan kami pemerintah benar-benar memberikan perhatian pada rakyat menjadi korban,” katanya.