Kayu dan Arang, Alternatif Kenaikan Gas 3 Bersubsidi

LAMPUNG – Kenaikan harga gas bersubsidi berdampak pada sejumlah pemilik usaha kuliner di Lampung Selatan. Semenjak harga gas melambung, para pelaku usaha kecil memilih mencari bahan bakar alternatif.

Sulistiono, seorang pembuat kemplang menyebut, semenjak harga gas tidak terjangkau untuk biaya operasional, bersama sang istri, Ratna Yunianti, Dia memilih menggunakan arang batok kelapa dan kayu bakar sebagai bahan bakar alternatif.

Saat ini, usaha pembuatan kerupuk kemplang rasa ikan, hanya menggunakan bahan bakar gas tiga kilogram (kg) untuk pembuatan sambal. Selain penggunaan yang tidak terlalu sering, penggunaan gas semakin dikurangi, sebagai imbas kenaikan harga bahan bakar bersubsidi tersebut. Solusi menekan biaya produksi, dibutuhkan agar tetap bisa memberi upah sejumlah karyawan pembuat kerupuk.

Jelang Hari Raya Idul Adha 1439 Hijriyah kali ini, Sulistyono mendapat pesanan kerupuk kemplang 100 ball. Satu ball kerupuk kemplang berisi 30 bungkus kerupuk dijual dijual Rp90.000.

Proses pembuatan kemplang dilakukan dengan pembuatan adonan tepung, bumbu dan perasa ikan. Campuran adonan kemudian dikukus. “Awalnya pengukusan menggunakan gas berbahan bakar minyak tanah yang dimodifikasi dalam tabung khusus dan minyak tanah dikonversi ke gas sempat menggunakannya tapi operasional tinggi jadi beralih ke kayu dan arang,” terang Sulistiono, Warga Desa Kelaten, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan saat ditemui Cendana News, Sabtu (18/8/2018).

Peralihan penggunaan bahan bakar minyak tanah, gas elpiji, selanjutnya memakai kayu bakar dan arang dikarenakan biaya operasional yang tinggi. Biaya operasional mengikuti kenaikan harga bahan baku tersebut, semakin dirasakan berat karena kenaikan harga gas elpiji. Di sejumlah pengecer, harga gas elpiji tiga kilogram yang semula hanya Rp21.000, kini naik menjadi Rp25.000.

Lihat juga...