Daya Rusak Narkoba Lebih Parah Dibanding Terorisme
Editor: Makmun Hidayat
“Itu rata-rata pesanan dari dalam lapas. Di LP Tangerang di dalam penjara itu ada wifi bukan hp lagi. Ini yang saya ungkap dalam waktu lima bulan saya menjabat di BNN. Jadi kita perbaiki lapas itu,” tukasnya.
Pengedaran narkoba ini mendunia, sehingga kata dia, targetnya bukan Indonesia saja tapi juga Australia, Malaysia dan negara lainnya.
Dari 250 juta penduduk Indonesia, yang menyalahgunakan narkoba hampir 3,5 juta -4 juta jiwa. Kalau dulu hampir 6 juta jiwa atau 2,1 persen tapi sekarang menurun 1,7 persen frekuensinya.
Dia menjelaskan, dari 3,5 juta-4 juta pengguna narkoba itu, ada tiga kategori. Pertama, coba pakai, misalnya ada pesta mereka mengisap narkoba bareng-bareng yaitu sebanyak 57 persen. Kedua, reksasional yakni sudah mulai rutin seminggu 2-3 kali, tercatat 27 persen. Terakhir adalah pecandu sebanyak 16 persen.
Tahun lalu, BNN telah menangkap 57 ribu pengedar narkoba, dan tahun ini sebanyak 30 ribu. Hukukam mati pengedar narkoba tercatat 91 orang. Kedepan kata dia, akan ada eksekusi lagi tapi menunggu putusan Mahkamah Agung (MA).
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai menambahkan, daya rusak narkotika ini luar biasa dan pemakainya berjumlah jutaan orang. Ironisnya ini terus berlangsung, dan tentunya tak bisa dibiarkan. Karena bisa jadi ladang subur bagi para penjahat untuk mengambil keuntungan dan merusak masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda.
“Narkoba ini ibarat perang untuk menundukkan Indonesia sehingga mudah dikendalikan,” kata Haris.
Dia menilai inisiatif Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk Gerakan Nasional Anti Narkoba (Ganas Annar) sangat tepat dengan mengkonsilidasikan kepada masyarakat untuk memerangi narkoba. Menurutnya, ini sangat baik dan sejalan dengan tugas dan fungsi LPSK.