Produksi Gula Merah di Lamsel Mengandalkan Modal Tengkulak

Editor: Mahadeva WS

Pembayaran dilakukan dengan sistem potongan harga saat gula merah akan dikirim ke sejumlah pasar. “Gula merah dari sejumlah produsen akan dikumpulkan hingga sekitar dua puluh peti. Setiap peti masing masing berisi sepuluh kilogram gula merah,” jelas Misyanti.

Saat ini harga gula merah di level produsen yang dibeli tengkulak adalah Rp11.000 perkilogram. Setiap pekan, hasil pembuatan Misyanti mencapai 150 kilogram gula merah. Saat produksi melimpah, dengan 60 liter air sadapan bunga kelapa, bisa menghasilkan sekira 30 liter gula merah.

Hasil produksi perpekan dirata-rata sebesar Rp1.650.000. Pendapatan tersebut dipotong Rp200.000 untuk angsuran hutang modal. Sistem kekerabatan meski sebagai tengkulak, membuat Misyanti terbantu apalagi tidak diwajibkan membayar bunga pinjaman.

Angsuran sebesar Rp200ribu tidak harus dipotong saat ia menjual gula. Pinjaman modal Rp4juta dengan asumsi angsuran Rp200ribu bisa dikembalikan selama 20 kali. Terkadang masih sering mendapatkan kelonggaran proses pembayaran. Sistem tersebut lebih mudah dibandingkan harus meminjam ke bank atau lembaga simpan pinjam berbunga. “Kadang nama tengkulak kesannya negatif  tapi bagi kami justru menguntungkan bahkan tanpa jaminan dibanding harus meminjam di bank,” papar Misyanti.

Pola hubungan ke tengkulak yang masih dalam satu kerabat, hanya memiliki kerugian tidak bisa menjual ke pengepul lain. Selain itu harga gula merah yang dijual tidak bisa lebih tinggi dari harga yang ditetapkan tengkulak. Saat harga gula bisa naik di pasaran hingga Rp15.000 perkilogram, ia masih menjual ke tengkulak sekaligus pemberi modal dengan harga Rp11.000 perkilogram.

Lihat juga...