Produksi Gula Merah di Lamsel Mengandalkan Modal Tengkulak

Editor: Mahadeva WS

LAMPUNG – Keberadaan lahan perkebunan kelapa hibrida dan kelapa dalam di Lampung Selatan, memunculkan peluang pembuatan gula merah atau gula kelapa bagi warga setempat. Wilayah Desa Bandarrejo, Kecamatan Palas dan Desa Kelawi Kecamatan Bakauheni menjadi sentra produksi gula merah di Lampung Selatan.

Misyanti (40) bersama sang suami Yanto (40), menggeluti usaha pembuatan gula merah dengan modal pinjaman dari tengkulak disebutnya. Kegiatan tersebut sudah turun temurun dilakukan oleh produsen gula merah di daerah setempat. Pinjaman dari tengkulak dipergunakan untuk menyewa batang kelapa.

Sistem sewanya biasa dilakukan secara borongan. Satu hektare lahan kelapa biasa ditanami 250 batang kelapa. Sejak 2015, biaya sewa pohon kelapa dipatok Rp1,5 juta pertahun. Pada awal 2018, biaya sewa pohon kelapa naik menjadi Rp4 juta pertahun. Produksi harian bisa mencapai 30 kilogram gula merah untuk 100 pohon kelapa. “Awalnya ada sekitar puluhan pembuat gula merah di Desa Bandarrerjo, namun keterbatasan modal membuat sebagian gulung tikar memilih menjadi petani penanam jagung,” terang Misyanti saat ditemui Cendana News, Rabu (24/7/2018).

Hubungan pembuat gula merah dan tengkulak selaku pemberi modal, disebut Misyanti, menjadi mata rantai distribusi gula merah. Modal untuk menyewa pohon kelapa seluruhnya berasal dari tengkulak. Dan tengkulaklah yang nantinya menjadi pembeli dan penjual hasil produksi gula.

Hasil produksi gula merah proses menyadap atau menderes bunga kelapa [Foto: Henk Widi]
Tengkulak yang merupakan warga setempat, ikut membantu pemenuhan sejumlah kebutuhan keluarga pembuat gula merah. Hubungan yang disebutnya saling menguntungkan tersebut, setidaknya menepis kesan negatif dari nama tengkulak yang kerap muncul. Proses pengembalian uang pinjaman dari tengkulak dengan adanya ikatan kekerabatan bahkan tidak mempergunakan sistem persentase.

Lihat juga...