Dinkes DKI Pelajari Dugaan Malpraktik

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Khafifah Any, akan memberikan sanksi kepada rumah sakit di Jakarta Barat dan dokter berinisial HS, jika terbukti melakukan malapraktik pada pasien berinisial S (31).
“Kalau memang terbukti salah, kita akan memberikan sanksi tegas ke rumah sakit dan dokter,” kata Any, di Kantor Dinas Kesehatan DKI, Petojo, Jakarta Pusat, Kamis (26/7/2018).
Saat ini, Any mengatakan, pihaknya tengah mempelajari dahulu berkas pengaduan yang diajukan S dan kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea. Selanjutnya, Dinkes DKI berencana memanggil pihak RS dan dokter HS.
“Saya sudah terima berkasnya. Saya akan mempelajari dulu, lalu memanggil pihak terkait. Nanti kita sampaikan hasilnya,” ujar Any.
Namun, Any enggan menyebutkan jenis sanksi yang dijatuhkan kepada dokter atau pun pihak RS.
“Sanksinya tunggu prosesnya seperti apa dulu. Tapi, kita sudah mendapatkan informasi dari rumah sakit, dokter sudah mendapatkan sanksi,” kata Any.
Sementara, S (31), perempuan yang merasa telah menjadi korban malapraktik, mendatangi Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Kedatangannya untuk bertemu dengan Kepala Dinkes DKI.
“Kami datang kemari ingin bertemu Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk membuat pengaduan,” katanya.
Sedangkan Kuasa Hukum korban malapraktik S (31), Hotman Paris Hutapea, mengatakan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta dapat melakukan pemeriksaan dan memberikan sanksi hukum berdasarkan Undang-undang kepada RS dan dokter HS yang diduga telah melakukan malapraktik.
“Kami melakukan pengaduan dengan dua permohonan. Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan pemeriksaan terhadap RS dan tim dokter, sekaligus memberikan sanksi hukum yang tegas,” ungkapnya.
Menurut Hotman, kliennya ini akan menggugat secara perdata rumah sakit itu terkait dugaan malapraktik pada 2015.
“Jadi, kami sudah bertemu manajemen rumah sakit. Tidak ada titik temu. Rumah sakit mengakui ada kesalahan dari dokter, tapi seolah-olah menyalahkan dokternya. Kami akan lari ke gugatan perdata segera,” katanya.
Hotman menyatakan, bahwa seharusnya pihak RS juga ikut bertanggung jawab atas kejadian tersebut. “Sesuai pasal 1367 KUH Perdata, seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tapi juga perbuatan orang yang bekerja pada dirinya. Saat korban masuk RS, semua biaya operasi kan juga masuk ke RS,” jelasnya.
S (31), diduga telah menjadi korban malapraktik saat menjalani operasi kista pada 2015 di RS tersebut. Dia mendatangi dokter internis atau penyakit dalam pada 20 April 2015, karena merasakan sakit di bagian perut setelah melakukan olahraga Muay Thai.
S kemudian diminta untuk melakukan tes USG. Dari hasil tes USG, ditemukan indikasi kista di perutnya, sehingga dia direkomendasikan ke dokter kandungan berinisial HS.
Pada 21 April 2015, dia menjalani operasi pengangkatan kista dalam keadaan bius total. Empat hari kemudian, pada 24 April 2015, dia baru mengetahui, bahwa dokter HS telah mengangkat dua indung telurnya, karena sang dokter dilema dengan kemungkinan ada kanker pada indung telur tersebut.
S didampingi Hotman Paris Hutapea mendatangi RS itu pada 10 Juli 2018, untuk meminta penjelasan.
Namun, pihak rumah sakit yang diwakili wakil direktur, enggan memberikan pernyataan terkait kasus yang menimpa S, dengan alasan yang berwenang menentukan kasus itu malapraktik atau tidak adalah majelis kehormatan profesi.
Lalu, S pernah menunjuk pengacara untuk menangani kasus tersebut, tetapi tidak membuahkan hasil. S beserta kuasa hukumnya kini akan melakukan gugatan perdata ke pengadilan untuk mencari keadilan.
Lihat juga...