Kalitalang Bangkit dari Bencana Jadi Ekowisata Merapi

Gunung Merapi, beberapa pekan pascaerupsi 2010. -Dok: CDN

Dengan semangat ini, Jainu pun mendorong warga Balerante untuk bergotong royong menyukseskan misi tersebut.

Tidak adanya dukungan finansial dari pemerintah daerah, tidak membuat warga Balerante patah semangat.

Segala material, bahan baku, hingga logistik disebutnya sebagai murni berasal dari sumbangan dan swadaya masyarakat setempat.

Dari yang awalnya hanya memiliki satu titik swafoto saat awal pendiriannya pada 2016, kini ekowisata Kalitalang memiliki paling tidak tiga titik untuk berfoto dan trek sepeda gunung yang masih dalam tahap pengerjaan.

Meski berbasis lokasi wisata, para pengunjung juga mendapat arahan untuk tetap menjaga lingkungan dan diberikan pemahaman tentang kebencanaan di kawasan Merapi.

“Ini kan (berada, red.) di KRB dua dan ATL satu, jadi harapannya kami bisa memberikan edukasi mengenai konservasi kepada warga dan pengunjung,” tutur Jainu.

Dari upaya pemahaman konservasi ini diharapkan warga sekitar Kalitalang dan pengunjung bisa menjaga alam, terutama pepohonan, yang memiliki fungsi alami sebagai pagar penghalang awan panas jika suatu saat terjadi erupsi.

Pengalaman Erupsi

Sehubungan dengan peningkatan aktivitas Merapi yang terjadi sekarang, Desa Balerante memiliki pengalaman yang didapat dari peristiwa erupsi pada 2010.

Warga menyadari bahwa Merapi “tak pernah ingkar janji”, yang berarti akan mengalami erupsi dalam periode waktu 4-5 tahun sekali.

Dari peristiwa pada 2010, sekaligus mewaspadai ancaman erupsi yang akan datang, Jainu dan pegiat ekowisata Kalitalang lainnya terus mengingatkan warga sekitar akan pentingnya kearifan lokal.

Salah satunya berupa kentongan yang telah terbukti efektif saat erupsi 2010 di mana kala itu seluruh desa mengalami pemadaman listrik sehingga praktis tidak ada perangkat komunikasi elektronik yang dapat berfungsi.

Lihat juga...