‘Dreamcatcher’ dari Bahan Bekas Digemari Wisman di Bali

Editor: Koko Triarko

BADUNG– Kerajinan jaring laba-laba atau yang lebih dikenal sebagai dreamcatcher di Bali, semakin diminati wisatawan. Leliana Susi, salah seorang perajin sekaligus penjual jaring laba-laba, mengaku peminat tidak hanya dari wisatawan domestik, namun juga wisatawan mancanegara seperti Jepang, Australia, dan Eropa.
“Kalau domestik sendiri peminatnya datang dari Surabaya, Jakarta, dan beberapa daerah lain di Indonesia. Peminatnya lumayan, Mas”, ucap Leliana Susi, saat ditemui Selasa, (5/6/2018).
Untuk membuat kerajinan asli Suku di Amerika ini, dirinya memanfaatkan barang bekas seperti paralon, bambu dan bulu dari berbagai burung seperti Angsa, Merpati, dan lainnya.
Bahan baku bulu, ia peroleh dari pengepul yang datang setiap bulan ke tempatnya di jalan Kubu Anyar, Kuta Badung. Sementara untuk aksesoris lainnya, seperti paralon, ia peroleh dari tukang di sekitar Badung yang sedang mengerjakan bangunan. Dirinya juga menggunakan berbagai macam manik untuk mempercantik tampilan laba-laba ini.
Leliana Susi, perajin sekaligus penjual jaring laba-laba atau dreamcatcher. -Foto: Sultan Anshori
“Benang dibeli di toko. Dan, untuk motifnya sendiri bermacam-macam, ada yang natural ada juga yang motif warna. Kebanyakan wisatawan mencari yang motif warna, selain sebagai jimat juga untuk mempercantik ruangan saat dipasang di salah satu sudut rumah”, ujar wanita asli madura ini.
Dalam sehari, ia mampu membuat lima hingga 20 kerajinan, yang dijualnya seharga Rp2.000 hingga ratusan ribu rupiah, sesuai motif, ukuran, dan tingkat kesulitan pembuatannya.
Menurutnya, paling sulit adalah membuat dreamcatcher motif warna. Pasalnya, bulu harus melalui proses pewarnaan dengan dicelup pada warna yang sebelumnya sudah dipanaskan. Jika terlalu lama dicelupkan, maka akan merusak serat bulunya.
“Selain itu, terkadang pasokan bulu dari pemasoknya tidak ada, untuk menyiasatinya, saya terpaksa harus membeli di toko dengan harga yang lebih mahal”, kata ibu dengan dua anak ini.
Dreamcatcher pertama kali muncul dari Suku Ojibwe. Menurut orang-orang Ojibwe, dreamcatcher ada hubungannya dengan wanita laba-laba yang bernama Asibikaashi, yang menjaga anak-anak dan orang-orang di sana.
Suatu ketika, Suku Ojibwe berpindah tempat, Asibikaashi kesulitan untuk menjaga dan melindungi mereka, sehingga mereka membuat dreamcatcher sebagai tanda untuk Asibikaashi, agar selalu bisa melindungi Suku Ojibwe di mana pun mereka berada.
Dreamcatcher memiliki beberapa nama. Dalam bahasa asli, dreamcatcher bernama bawaajige nagwaagan yang berati penangkap mimpi atau asabikeshiinh.
Kerajinan dreamcatcher dipercaya untuk menangkap mimpi baik saja. Orang Amerika asli, percaya bahwa udara malam hari selalu penuh dengan mimpi-mimpi, baik mimpi baik maupun mimpi buruk.
Mereka perlu menyaringnya, agar yang datang hanyalah mimpi baik saja. Karena itu, mereka menggunakan dreamcatcher, yang diletakkan di atas orang yang sedang tidur, agar bisa menangkap mimpi baik untuk orang tersebut.
Biasanya, mereka menggantungkan benda ini di jendela kamar, namun ada juga yang menggantungnya di sembarang tempat, agar dapat menangkap mimpi dengan lebih bebas dan leluasa.