Teror Terjadi, Pengamat Minta Jangan Langsung Salahkan Intelejen
Editor: Mahadeva WS
DENPASAR – Pengamat Politik Internasional Sandhiyudha mengomentari situasi rangkaian aksi terorisme yang terjadi beberapa hari terakhir. Menurutnya, pada umumnya negara maju di dunia, pemerintahnya memiliki kebijakan kontra-terorisme internasional.
Kegiatanya memiliki empat fokus yaitu, pencegahan, pengejaran, perlindungan, dan Kesiapsiagaan. “Umumnya intelijen fokus berperan di dua yang pertama, tapi di Indonesia pada dua fokus itupun kewenangannya belum penuh,” ucap pria yang akrab disapa Arya tersebut.
Prevention atau pencegahan merupakan peran seluruh aktor keamanan nasional, termasuk intelijen. Dengan demikian intelijen bukan satu-satunya aparat yang berperan dalam hal tersebut. Kementrian / lembaga non keamanan nasional juga wajib berperan mengatasi penyebab terorisme di dalam dan di luar negeri (baik ekonomi, budaya, sosial-keagamaan, atau politik).
Negara harus memastikan bahwa keyakinan keagamaan warga dapat difasilitasi oleh perlindungan penuh dari hukum. “Kemudian juga penting dicatat sejak 2011 pengawasan orang asing kita sangat lemah. Sejak fungsi tersebut tidak lagi dikelola oleh lembaga dengan kapasitas intelijen memadai, karena dilimpahkan ke lembaga yang hanya bersifat administratif,” jelasnya.
Pengejaran atau persuit adalah aktor keamanan nasional. Aparat termasuk intelijen diberikan kewenangan secara efektif untuk menangkap para teroris. Di negara maju biasanya regulasinya mendukung meningkatnya kerja gabungan dan pembagian intelijen antara pemerintah dan hukum.
Perlindungan atau protection adalah, memastikan bahwa tindakan pencegahan keamanan terdukung. Kapasitas militer untuk terlibat menangani ancaman di objek vital nasional perlu dibicarakan antara TNI dan Polri. Kemudian kesiapsiagaan atau preparedness adalah, memastikan bahwa negara memiliki orang-orang, lembaga dan sumber daya dengan kapasitas yang sesuai dan bekerja secara efektif menangkal konsekuensi serangan teroris.