Tenun Ikat di NTT Belum Termasuk Industri
Editor: Satmoko
MAUMERE – Produk tenun ikat di NTT harga jualnya lebih mahal bila dibandingkan dengan produk kain tenun dari wilayah lainnya di Indonesia sebab belum menjadi sebuah industri khususnya industri rumahan.
“Orang yang menenun sebuah kain tenun maka dia mengerjakan sendiri sejak awal mulai dari memintal benang, membuat pola, menenun hingga menjadi sebuah kain tenun,” tegas Wely Rohimone, Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT, Minggu (15/4/2018).
Dikatakan Wely, industri adalah komponen-komponen yang digerakkan dalam suatu mekanisme dan menghasilkan sebuah produk yang terukur. Kalau tenun ikat termasuk industri maka akan ada kebun kapas, ada yang memintal kapas menjadi benang dan seterusnya.

“Mekanisme ini yang disebut industri. Ini yang membuat produk tenun ikat di NTT lebih mahal dibandingkan dengan batik di Jawa. Bahkan penenun di NTT bukan saja menenun tapi menjual sendiri kain tenunnya,” tuturnya.
Untuk itu, pesan Wely, tenun ikat di NTT harus menjadi sebuah industri rumahan karena selain membuat harga kain tenun ikat lebih murah, juga bisa membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menghasilkan sebuah kain tenun.
“Kalau sudah menjadi industri rumahan maka waktu pengerjaan untuk menghasilkan sebuah kain tenun akan lebih singkat. Para pekerja pun lebih fokus dan terus meningkatkan kemampuan di bidangnya,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan Maria Parera, salah seorang warga Maumere yang ditemui Cendana News saat menenun yang mengatakan bahwa untuk menghasilkan sebuah kain tenun dirinya mengerjakan sejak awal.