Sosiolog UIN Sumut Ini Sebut Golput Pelarian Politik
MEDAN – Seorang sosiolog menilai golput atau tidak menggunakan hak pilih dalam pilkada merupakan bentuk “pelarian politik” dan ketidakberhasilan untuk memikul tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara (Sumut), Dr Ansari Yamamah di Medan, Minggu mengatakan, masyarakat harus mengubah paradigma yang dinilai salah selama ini.
Masyarakat harus menyadari jika golput tersebut bukan hak dan bukan bagian dari hak asasi, melainkan salah satu bentuk kewajiban sebagai warga negara.
Jika memberikan suara dalam pilkada dianggap sebagai hak, maka akan muncul persepsi faktor itu dianggap biasa saja, termasuk mau digunakan atau tidak dalam demokrasi.
Jika kesempatan itu diberikan, lalu tidak digunakan karena memilih dianggap hanya sebatas hak, akan muncul pemahaman untuk tidak bertangung jawab atas pemerintahan karena tidak ikut memberikan suara.
“Seolah-olah, kalau golput, tidak perlu bertanggung jawab karena tidak memilih. Itu memunculkan kecenderungan untuk tidak peduli,” katanya.
Namun, kata Ansari, kalau memilih dianggap menjadi sebuah kewajiban, akan muncul rasa bersalah jika tidak ikut menggunakan suara dalam pilkada.
Kemudian, jika sudah terlibat dalam demokrasi, masyarakat akan merasa berkewajiban untuk mengawal pemerintahan yang dihasilkan.
“Jika sudah merasa wajib memberikan hak pilih, akan merasa wajib juga mengawal pemerintahan,” kata Ansari yang juga dosen Fakultas Syariah dan Hukum Islam UIN Sumatera Utara itu.
Ia menambahkan, jika mengambil keputusan untuk golput, akan muncul kemungkinan pemimpin yang terpilih tidak sesuai dengan keinginan.