Myanmar Dinilai Tidak Siap Dengan Kepulangan Pengungsi Rohingya
YANGON – Myanmar dinilai tidak siap untuk proses pemulangan pengungsi Rohingya. Berbagai persoalan sosial masih membayangi kehidupan para pengungsi ketika kembali ke Rohingya dari lokasi pengungsian di Bangladesh.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk urusan Kemanusiaan Ursula Mueller mengatakan, masih ada kekhawatiran terhadap kebutuhan perlindungan maupun kemungkinan pengusiran.
“Dari yang saya lihat dan dengar dari orang, tidak ada layanan kesehatan, kekhawatiran akan perlindungan, keberlanjutan pengusiran, yang menjadikan keadaan tidak memungkinkan untuk kembali,” kata Mueller setelah berkunjung enam hari ke Myanmar, Minggu (8/4/2018).
Mueller diberikan kesempatan langka di Myanmar, yaitu diizinkan mengunjungi daerah paling terdampak di negara bagian Rakhine. Mueller juga bertemu dengan menteri pertahanan dan urusan perbatasan yang dikuasai tentara, juga pemimpin Aung San Suu Kyi serta pejabat lainnya.
Pengungsian warga Rohingya terjadi sesudah tindakan keras tentara pada 25 Agustus di negara bagian Rakhine, Myanmar barat laut. Pengungsi Rohingya melaporkan pembunuhan, pembakaran, penjarahan dan perkosaan dalam tanggapan terhadap serangan pejuang terhadap pasukan keamanan.
“Saya minta pejabat Myanmar mengakhiri kekerasan dan kepulangan pengungsi dari Cox’s Bazar harus sukarela, dengan cara bermartabat, ketika penyelesaian langgeng,” kata Mueller.
Ketika ditanya apakah ia mempercayai jaminan pemerintah bahwa Rohingya akan diizinkan kembali ke rumah mereka setelah tinggal sementara di kampung itu, Mueller mengatakan, Saya sangat prihatin pada keadaannya. Sebagian masalahnya adalah, kata pengamat hak asasi Human Rights Watch, yang bermarkas di New York, Myanmar sudah merata-tanahkan sedikit-dikitnya 55 desa, yang dikosongkan selama kekerasan itu.