Puspas Beberkan Penyebab Meningkatnya Kekerasan Terhadap Anak di NTT
Redaktur: ME. Bijo Dirajo
Yanuarius menegaskan, sedang dilakukan usaha penguatan kapasitas keluarga serta usaha penguatan kapasitas pendamping keluarga (Paskel dan Petugas PKH). Perlu terbangunnya pemahaman bersama tentang isi Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Penghapusan KDRT di antara para pihak seperti pemerintah, lembaga keagamaan dan masyarakat.
“Dengan adanya kegiatan sosialisasi Undang-Undangan Perlindungan Anak dan Undang-Undang Pencegahan KDRT tingkat keuskupan atau kabupaten yang telah dilaksanakan dapat menjadi ajang berbagi pengalaman tentang praktek-praktek penanganan masalah kekerasan terhadap anak dan KDRT oleh wadah P2TP2A,” harapnya.
Juga tambah Yanuarius, perlu terjadinya diskusi usaha penanganan masalah kekerasan terhadap anak dan KDRT serta terbentuknya jejaring kerjasama lintas sektor dalam usaha penanganan masalah kekerasan terhadap anak dan KDRT tingkat keuskupan atau kabupaten.
Sementara itu Plt.Bupati Sikka Drs.Paolus Nong Susar menekankan, perlunya melihat kembali nilai-nilai budaya lokal dan kesadaran tentang hak asasi manusia. Juga melihat kembali hambatan-hambatan dalam perlindungan terhadap perempuan anak dan kasus KDRT.
“Pengaruh adat dan budaya kita juga ada yang mengajarkan sesuatu yang salah dimana anak diajarkan untuk selalu taat kepada keputusan orang tua meski hal tersebut belum tentu benar,” tuturnya.
Untuk itu tambah Nong Susar, semua elemen termasuk lembaga adat harus berani mengambil sikap memangkas bebagai perilaku yang sudah tidak relevan saat ini sebab cenderung melanggar hak asasi manusia terlebih hak anak –anak.
“Banyak kasus kekerasan terhadap anak dan KDRT hanya diselesaikans secara kekeluargaan dan melalui mekanisme adat sehingga pelaku sering hanya membayar denda dan terbebas dari hukuman penjara,” pungkasnya.