Minimalisir Polusi, Petani Lamsel Jual Jerami pada Peternak

Editor: Irvan Syafari

Lahan pertanian sawah yang masih cukup luas membuat harga lebih murah, karena peternak bisa mencari jerami ke beberapa tempat.

“Harga bisa lebih mahal jika lokasinya dekat dengan jalan raya, sehingga truk pengangkut bisa dekat dengan sawah,” cetus Hasan.

Pada lahan seluas satu hektare, jerami bisa diangkut dengan kendaraan truk dari pemilik peternak penggemukan sapi. Pengangkut yang masih mempekerjakan sejumlah kuli angkut dengan upah harian Rp70 ribu membuat harga jerami masih relatif murah di wilayah tersebut. Semenjak kerap dijual ke peternak penggemukan sapi, ia mengungkapkan polusi udara di wilayah tersebut bisa dicegah.

Cukup lama warga dan pengguna Jalan Lintas Sumatera kerap mengeluhkan polusi asap yang mengganggu perjalanan bahkan menghalangi pandangan. Selain itu aturan dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk tidak membakar jerami, membuat petani lebih memilih menjualnya. Sebagian petani sengaja menumpuk limbah jerami di tepi sawah menjadi sumber tumbuhnya jamur merang yang bisa dikonsumsi.

Ahmad (40), warga desa Kemukus kecamatan Ketapang menyebut pemilik enam ekor sapi jenis brahman dan limousin. Pada musim panen padi dirinya mencari pakan jerami sebanyak enam ikat setiap hari ke lahan sawah yang sedang panen.

Meski tidak membeli kepada petani, saat ini sejumlah peternak tradisional diwajibkan membantu merontokkan gabah sebelum mengambil jerami.

“Kami diperbolehkan mengambil jerami dengan syarat ikut merontokkan padi, sehingga petani ikut terbantu karena perontokan menggunakan alat tradisional sistem gepyok,” beber Ahmad.

Ahmad menuturkan, warga yang memiliki ternak sapi dan kerbau menggunakan jerami sebagai pakan tambahan. Pelatihan pembuatan pakan fermentasi sekaligus menjadi tambahan pakan. sehingga jerami bisa dipergunakan untuk stok saat musim kemarau.

Lihat juga...