Lulusan SMK di NTB Tidak Sesuai Kebutuhan Lapangan Kerja

Editor: Irvan Syafari

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Hj. Ermalena-Foto : Turmuzi

Basisnya apa, ya, kependudukan, jadi data kependudukan menjadi dasar memutuskan program-program pembangunan ke depan yang tepat untuk dilaksanakan.

Jadi kalau kita tau struktur kependudukan kita, generasi melenial banyak sekali, akan kita apakan, karena program itu tidak bisa lagi kita salin rekat (copy paste), program tahun lalu tidak bisa lagi diterapkan sekarang.

“Jadi kita harus lihat dengan kebutuhan lapangan, apa sebetulnya yang dibutuhkan, jadi outputnya jelas nanti.”

Sebelumnya, Kepala BPS NTB, Endang Sri Wahyuningsih mengatakan, dilihat dari tingkat pendidikan pada Agustus 2017, Tingkat Pengangkutan Terbuka (TPT) di NTB, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi, di antara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 9,67 persen.

TPT tertinggi berikutnya terdapat pada Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 6,43 persen. Dengan kata lain, ada penawaran tenaga kerja yang berlebih terutama pada tingkat pendidikan SMK dan SMA.

”Sementara mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja. Dapat dilihat dari TPT SD ke bawah paling kecil di antara semua tingkat pendidikan yaitu sebesar 1,33 persen,” terang Endang.

Penyerapan tenaga kerja hingga Agustus 2017 masih didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah yaitu SMP ke bawah sebesar 67,34 persen, sedangkan penduduk bekerja berpendidikan menengah SMA sederajat 22,18 persen.

Penduduk bekerja berpendidikan tinggi hanya sebanyak 10,48 persen mencakup 41.481 orang berpendidikan Diploma dan 201.318 orang berpendidikan universitas.

Lihat juga...