UU Akses Informasi Keuangan Untuk Rasa Keadilan

Editor: Mahadeva WS

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri usai menjadi Saksi Ahli dari Pemerintah dalam Sidang Uji Materil UU Akses Informasi Keuangan di MK - Foto: M Hajoran Pulungan

Disebut Chatib, tidak ada cara selain keberadaan akses data wajib pajak yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Dengan cara tersebut penerimaan negara dapat ditingkatkan dan diyakini hal tersebut akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu contoh program peningkatan pajak yang disebut Chatib adalah penerimaan negara dari program amnesty pajak senilai Rp 4.848 triliun. “Sebagian besar adalah pajak domestik, sementara dari luar sangat kecil. Perlu penggalian sumber pajak dari luar, karena itu UU Akses Informasi Keuangan ini sangat  dibutuhkan, dan kalau UU ini dibatalkan maka kita akan kehilangan pajak triliun rupiah,” jelasnya.

Hanya saja, meski amnesty pajak berhasil, program tersebut menunjukan bahwa akses informasi keuangan di dalam domestik masih rendah. Dan untuk kepentingan negara, diperlukan upaya untuk menggali potensi pajak warga negara baik domestik mau pun dari luar negeri.

Undang-undang Akses Informasi keuangan mendapatkan uji materil di MK. Pengajuan uji materi dilakukan oleh Dosen Hukum Universitas Indonesia E. Fernando. M. Manullang. Dalam gugatannya, penggugat menyebut memiliki rekening nasabah pada lembaga keuangan dan perbankan.

Sementara dengan berlakunya UU No.9 /2017 tentang Akses Informasi Keuangan, maka potensi kerugian yang dapat dipastikan adalah lembaga perbankan dan atau lembaga jasa keuangan lainnya secara sengaja maupun tidak sengaja dan atau secara langsung dan atau tidak langsung melepas tanggung jawab untuk menjaga rahasia nasabah setiap Warga Negara Indonesia (WNI). Dalih yang digunakan dalam gugatan tersebut melaksanakan ketentuan UU, yang secara substansial tidak sesuai dengan Automatic Exchange of Financial Information (AEOI).

Lihat juga...