Sedikitnya 14 Tewas Akibat Gempa di Papua Nugini
Kurangnya alat komunikasi menghambat pemeriksaan dampak bencana. Berbagai lembaga bantuan internasional hingga kini belum mulai turun lapangan. “Kekuatan gempa ini sangat besar sehingga pasti ada dampaknya. Namun kami tidak bisa memastikan seberapa banyak orang yang memang terdampak dan apa yang mereka butuhkan,” kata Kepala Palang Merah Internasional Papua Nugini Udaya Regimi, di Port Moresby.
Sementara itu ExxonMobil mengatakan, komunikasi di area bencana masih tidak ada. Hal tersebut menghambat upaya pengukuran dampak kerusakan terhadap fasilitas pabrik LNG mereka. “Komunikasi masih merupakan salah satu tantangan terberat kami,” kata perusahaan itu dalam pernyataan tertulisnya.
Rekanan lokal ExxonMobil, Oil Search mengatakan, bahwa pemeriksaan terhadap semua fasilitas dan infrastruktur butuh waktu setidaknya satu minggu. Pabrik LNG di Papua Nugini sering dinilai sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Mereka mulai mengekspor produknya sejak 2014, atau lebih cepat dari jadwal, meski beroperasi di tengah hutan belantara.
ExxonMobil menyebut, dua unit pemrosesan LNG di dekat Port Moresby dihentikan operasionalnya. Beberapa pengamat memperkirakan dampak penutupan tersebut terhadap pasar LNG sangat bergantung pada seberapa lama ExxonMobil menghentikan operasinya.
Gempa adalah bencana yang sering terjadi di Papua Nugini, sebuah negara yang terletak di kawasan Cincin Api Pasifik. Sebagian dari garis pantai utara Papua Nugini sempat hancur akibat tsunami pada 1998, yang terjadi karena gempa berkekuatan 7.0 SR, dan menewaskan sekitar 2.200 orang. (Ant)