PMII Mataram Tolak Revisi UU MD3

Editor: Mahadeva WS

MATARAM – Keberadaan revisi Undang-undang Majlis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) melanggar prinsip negara demokrasi.  Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mataram menolak revisi UU No.17/2014 yang dilakukan oleh DPR RI.

Revisi UU MD3 merampas kebebasan masyarakat dalam berpendapat. Penolakan disampaikan dalam aksi demonstrasi di Mataram, Senin (26/2/2018). “Dalam beberapa pasal revisi undang-undang MD3, sarat muatan politis yang hanya menyangkut kepentingan anggota dewan. Jelas bertentangan dengan prinsip demokrasi dan merampas kebebasan masyarakat untuk mengemukakan pendapat” kata Ketua PMII Cabang Mataram, M. Solihin, Senin (26/2/2018).

Beberapa revisi UU MD3 yang dinilai bertentangan dengan prinsip negara demokrasi antara lain, pasal 73, pasal 122 huruf (k) dan pasal 245. Pasal 73 mengatur kemungkinan DPR menggunakan Kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa, bahkan melakukan penahanan selama 30 hari.

Sementara dari posisinya, DPR dan Kepolisian jelas memiliki perbedaan ranah kerja. DPR bekerja berdasarkan keputusan Politis, sementara Kepolisian bekerja dalam ranah penegakkan hukum. Demikian juga pasal 122 huruf (k) yang mengatur tentang kewenangan MKD untuk mengambil langkah hukum atau langkah lain terhadap perseorangan atau kelompok orang, badan hukum yang merendahkan DPR dan anggota DPR

Kontroversi lainnya ada di pasal 245 tentang hak imunitas DPR. Anggota DPR yang tersangkut masalah hukum tidak bisa langsung dipanggil aparat penegak hukum tanpa seizin MKD dan Presiden “Dalam revisi UU MD3, DPR memposisikan diri bagaikan dewa yang kebal hukum dan hendak mempidanakan masyarakat yang mengkritik, mestinya DPR tau diri, mereka dipilih oleh rakyat, jadi wajar masyarakat mengkritik kinerja mereka sebagai kontrol,” tandasnya.

Lihat juga...