Kasus e-KTP, Gerbang Tantangan Baru Pemulihan Aset

Selain itu, Kemitraan juga menemukan hambatan atas koordinasi yang disebabkan oleh faktor belum terdapatnya petunjuk teknis untuk memaksimalkan alur koordinasi pemulihan aset di antara para pemangku kebijakan.

Untuk itu, ada beberapa poin rekomendasi yang diusulkan oleh Kemitraan, antara lain, pertama, aparat penegak hukum harus menggunakan paradigma dan pola pikir yang fokus kepada merampas aset (in-rem) dan tidak hanya kepada memenjarakan pelaku (in-personam). Karena pelaku mempunyai kelebihan seperti anggaran, dukungan politik (misalnya dalam kasus korupsi politik), dan dukungan para ahli yang bisa dibayar.

Hal-hal seperti itu akan memudahkan pelaku untuk menghilangkan hubungan antara dirinya dengan kasus yang ditangani, dan lebih penting lagi menghilangkan keterkaitan dia dan aset yang dimilikinya yang sebenarnya dihasilkan dari tindak pidana.

Kedua, aparat hukum harus memaksimalkan jalur koordinasi baik secara formal maupun khususnya informal dalam melakukan pelacakan aset, terutama di luar negeri.

Upaya melibatkan lembaga publik negara lain dan terkoordinasi hanya dengan tim kecil yang tertutup, untuk membantu pelacakan merupakan kunci keberhasilan meningkatkan kecepatan mengejar aset yang disembunyikan pelaku.

Hal ini berbeda apabila hanya mengandalkan pendekatan formal proses administrasi resmi yang panjang sehingga rentan diketahui pelaku karena melibatkan banyak pihak, sehingga pelaku dapat terlebh dahulu memindahkan asetnya ke tempat lain.

Di luar sistem penegakan hukum yang menjadi kunci sukses bagi keberhasilan sebuah proses pemulihan aset, juga adanya partisipasi publik. Partisipasi ini penting untuk bisa dilakukan gerakan bersama untuk mendidik masyarakat tentang dampak-dampak yang mungkin terjadi bila kasus korupsi dalam skala besar tidak bisa dituntaskan dan aset hasil tindak pidananya tidak bisa dipulihkan.

Lihat juga...