Kisah Usep Romli Melawan PKI di Garut

“Waktu G30S nama mereka masuk list dan ditangkap oleh Koramil dan Kodim. Tiga atau lima bulan mereka ditahan dan dilepas lagi, karena alasannya kantor Kodim tidak punya ruang tahanan cukup banyak,” tuturnya.
Meski hanya ditahan sebentar para pengikut PKI tersebut mereka kapok dan memilih melakukan upacara nadar tidak akan ikutan berpolitik. Mereka bersumpah kalau ada diantara anak cucu yang ikutan politik apalagi komunis akan dilarang keras. Usep menambahkan, dirinya termasuk aktivis pesantren yang saat itu jadi santri harus mengeluarkan isi otak dan otot untuk berhadapan dengan PKI.
Pada waktu itu ajengan atau kiai meminta santri untuk makan banyak karena tenaganya akan diperlukan untuk berkelahi dengan komunis. Usep mengatakan, dirinya dulu saat aktif di Gerakan Pemuda Ansor dan Pelajar Islam Indonesia (PII) dan pernah dikirim ke Banyumas, Jawa Tengah.
“Kami diundang ke Banyumas ke pesantren, saya rasa di sana hampir tiap hari harus berkelahi, karena disana PKI merajalela. Kami diperbantukan. Sebelum masuk Jawa Tengah, kami dilatih di pesantren seminggu di Tegalgubuk, bagaimana menghindari serangan golok, dan kalau kena golok tak mempan,” tutur Usep.
Di Jabar sendiri, aksi PKI tak begitu terdengar. Pada waktu itu panglima TNI-nya Ibrahim Aji tidak memberikan kesempatan kepada komunis untuk bangkit. “Berbeda dengan Jateng dan Jatim. Di Jateng dan Jatim, bahkan ada oknum TNI di tingkat teritorial Kodim, Koramil yang ikut terjun back up Pemuda Rakyat. Di Jabar, tidak. Orang-orang militer di Jabar koordinasi dengan ulama dan ormas keagamaan,” tutur Usep.
Sebagai pelaku sejarah, Usep mengaku khawatir dengan beredarnya buku-buku kaum palu arit. Dia mengkhawatirkan generasai muda menganggap kasus komunis itu tidak ada. Buku-buku orang-orang komunis yang teraniaya itu, kata Usep, banyak beredar sekarang, seperti ‘Kidung untuk Para Korban’, dan bagus-bagus isinya sangat menarik generasi muda. Novel ‘Sptember’ mengalami cetak ulang, buku Ananta Toer merajai.