UU Administrasi Pemerintahan Soal PTUN Dinilai Membingungkan
YOGYAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga Guru Besar Fakultas Hukum UII, Prof DR Mahfud MD menilai, setelah tiga tahun disahkan, UU Administrasi Pemerintahan (AP) telah memberikan paradigma yang lebih memadai dalam hal tata kelola pemerintahan.
“Salah satunya menguatnya peran Peradilan Tata Usaha Negara, semakin jelasnya hak untuk melakukan keberatan dan banding terhadap keputusan yang dianggap merugikan serta adanya hak masyarakat dalam melakukan gugatan,” sebutnya.
Namun demikian, sebagian kalangan masih menanggap hukum administrasi UU ini terkesan membingungkan terutama soal kewenangan. PTUN diberi kewenangan untuk mereview keputusan di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif dan penyelenggara lainnya. Padahal, secara konseptual didesain untuk mengawasi eksekutif.
“Karena itu pemerintah dan DPR sebaiknya meninjau kembali UU AP ini,” katanya dalam dalam Seminar Nasional Administrative Law Update 2017 bertajuk “UU Administrasi Pemerintahan (UU AP), Apresiasi Positif, Implikasi Negatif Serta Peluang Untuk Menanggulanginya” di Yogyakarta, Senin (23/10/2017).
Guru Besar Emeritus FH Unair Prof. Dr. Philipus Hadjon juga mengkritisi UU AP terkait kewenangan PTUN. Menurutnya salah satu kewenangan adalah mengadili penepatan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual.
“Secara konseptual PTUN itu didesain untuk mengawasi eksekutif saja. Adapun lembaga lain ada metode pengawasan tersendiri,” ujarnya.
Catatan kritis UU AP juga ditegaskan oleh Ketua Pukat UGM, Dr. Zainal Arifin Mochtar. Rumusan norma pada Pasal 19 UU AP dikatakan dapat memperpanjang proses administrasi penyelesaian perkara korupsi. Pasalnya norma ini justru membebani Peradilan TUN, karena banyaknya kewenangan baru yang dibebankan pada lembaga ini.