Memang, lanjut Irham, tidak semua anggota yang ditugaskan di perbatasan bisa menjadi guru di sekolah tingkat dasar dan sekolah menengah pertama, karena masing-masing anggota memiliki keterampilan tertentu selain keterampilan utama sebagai prajurit.
Untuk itu, dalam satu pos biasanya ada 5-6 anggota yang dinyatakan layak membantu sekolah dalam mendidik siswa jika di sekolah ada yang kekurangan guru. Sedangkan prajurit lainnya tetap membantu masyarakat perbatasan sesuai dengan keterampilan masing-masing.
Begitu pula dengan prajurit yang juga membantu masyarakat sebagai guru mengaji, maka prajurit tersebut tentu tidak sekedar bisa mengaji yang kemudian mengajarkan anak-anak di perbatasan, namun sebelumnya juga mendapat pelatihan tentang teknik khusus mengajar mengaji.
“Salah satu contoh adalah di Batalyon Infanteri 621/Manuntung di Barabai, Kalimantan Selatan. Sebelum ditugaskan ke perbatasan, para prajurit mendapat perhatian pratugas di Kandangan mendapat pendalaman keterampilan tertentu, termasuk mengenalkan kultur dan budaya lokal, kemudian ada semacam penataran, mendapat sertifikat, baru diberangkatkan,” ujarnya.[Ant]