Polusi Udara, Minimalisir Sistem Tebas Bakar

Pada lahan jagung seluas satu hektar tersebut ia mengaku menghasilkan sebanyak 7 ton jagung. Jumlah ini menyusut dibandingkan masa tanam sebelumnya yang bisa mencapai 8 ton akibat imbas musim kemarau. Pasca pembersihan lahan dengan pembakaran tersebut dirinya bahkan mengaku tidak akan melakukan penanaman jagung untuk jangka tiga bulan ke depan. Datangnya musim kemarau juga berimbas petani jagung tidak berani melakukan proses penanaman jagung sebelum musim hujan tiba.

Proses pembersihan lahan dengan sistem tebas bakar juga dilakukan pada lahan tanaman padi di wilayah tersebut untuk memudahkan proses pembersihan sawah. Jerami sisa panen padi juga langsung dijemur dan dibakar. Upaya menghindari polusi lingkungan akibat pembakaran limbah sisa hasil pertanian juga membuat aparat desa melakukan imbauan pemanfaatan sisa limbah hasil pertanian untuk sumber pakan ternak.

“Kami sudah lakukan imbauan tetapi tetap saja banyak yang masih memanfaatkan pola tebas bakar sehingga mengakibatkan sesak nafas. Terutama jika jerami dan tebon jagung dibakar dalam skala besar,” ungkap Widodo, salah satu aparat Desa Bangunrejo.

Meski demikian, imbauan limbah sisa hasil pertanian yang dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak mulai dilakukan oleh Mualim, warga Trans Banyuwangi, yang sengaja memanfaatkan limbah jerami padi untuk pakan ternak. Pemilik ternak sapi jenis Limousin sebanyak 5 ekor tersebut mengaku, selain proses pembersihan lahan pertanian bisa lebih cepat dirinya juga memperoleh sumber pakan. Ia mengaku, kerap kekurangan pakan meski semua limbah jerami di lahan sawahnya ada. Masih harus mencari jerami ke Kecamatan Penengahan menggunakan kendaraan bermotor.

Lihat juga...