LAMPUNG — Memiliki tanah berada di lereng kaki Gunung Rajabasa yang terjal dan curam membuat tanah yang berada di Desa Banjarmasin, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan ini, tidak dilirik orang. Namun bagi Suwardi (50), tanah yang nyaris tak produktif dan hanya ditumbuhi semak-semak awalnya merupakan sebuah peluang untuk warisan anak-anak dan cucunya. Suwardi mengaku, membeli tanah tersebut dari seorang warga yang memiliki banyak lahan tanah dengan harga Rp 9 juta pada tahun 1999 berupa semak belukar. Tanah yang berada di lereng yang terjal dengan kemiringan di atas 45 derajat dan menghadap ke arah timur sehingga bisa melihat ke perairan Selat Sunda tersebut, bahkan oleh pemilik dibiarkan tidak produktif karena selain susah ditanami juga rawan longsor. Tapi bagi Suwardi yang pernah tinggal di kawasan Wonosari Gunung Kidul dan merantau ke Lampung, peluang memiliki tanah untuk ditanami berbagai jenis pohon dengan luas mencapai satu hektar tersebut sekaligus menjadi lahan investasi.
![]() |
Suwardi di antara tanaman kayu jabon yang sudah berumur lima tahun miliknya. |
Ia mengaku, mula-mula menanam beberapa jenis pohon bambu pada bagian atas lahan yang telah dibelinya tersebut sebagai pagar sekaligus penahan longsor. Sebelumnya, Suwardi mengaku, lahan yang berada di tanah miring tersebut kerap mengalami longsor karena hanya ditumbuhi semak belukar dan bebatuan. Namun dengan ketekunan Suwardi, ia telah melakukan pemanenan beberapa ribu batang pohon bambu, ratusan pohon medang, pohon akasia, pohon mahoni, pohon mindi, pohon sengon dan pohon jati ambon (jabon). Pola penanaman seperti pepohonan di hutan sengaja diterapkan oleh Suwardi karena lahan tersebut tidak memungkinkan untuk ditanami tanaman produktif.