Zaidan bahkan mengajak beberapa pemilik atau bos-bos tambak di wilayah tersebut untuk memiliki kepedulian terhadap sabuk hijau (green belt) pantai dengan tidak melakukan penebangan dan penggusuran tanaman mangrove. Kesadaran akan pemanfaatan sabuk hijau tanaman mangrove tersebut bagi sejumlah petambak ikan, baik tradisional maupun intensif, masih sangat penting, karena selain bisa menahan laju abrasi oleh gelombang laut Selat Sunda, jajaran batang-batang mangrove sekaligus menjadi benteng atau tembok dari terjangan angin laut yang bisa membahayakan perkampungan nelayan di wilayah tersebut.
Pentingnya lahan basah di wilayah Bakauheni mulai disadari peranan pentingnya oleh masyarakat dan juga Pemerintah Kecamatan Bakauheni, terlihat dari adanya upaya-upaya konservasi yang sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat melalui pemanfaatan untuk kegiatan wisata bahari. Beberapa desa di Kecamatan Bakauheni yang digaungkan sebagai kawasan wisata, menurut Zaidan, bahkan merupakan destinasi wisata kawasan pesisir, baik kawasan pesisir pantai dengan mangrove yang masih terjaga, maupun kawasan pantai yang berpasir seperti di Pantai Pegantungan, Pantai Batu Alif, Tanjung Tuha, Minang Ruah, Blebug serta pulau-pulau kecil di wilayah Kecamatan Bakauheni, seperti kawasan Pulau Sekepol, Pulau Sindu, Pulau Dua, Pulau Kelapa, Pulau Kandang Balak, Kandang Lunik, Pulau Prajurit dan beberapa pulau kecil lainnya.
“Kita memang menyadari lahan semakin berkurang, terutama dengan adanya proyek pambangunan Jalan Tol Sumatera yang membuat sebagian warga Bakauheni tergusur dan mencari tempat tinggal di lahan yang baru, dan arah pertumbuhan tempat tinggal justru mengarah ke wilayah pesisir pantai yang selama ini jarang dilirik orang, karena faktor kebutuhan,” ungkap Zaidan.
![]() |
Zaidan, SE., Camat Bakauheni |
Sebagian kampung nelayan yang mulai dipenuhi oleh penduduk tersebut, di antaranya kawasan Dusun Pegantungan yang berhadapan dengan Pulau Sindu. Kawasan pesisir rawa mangrove yang masih asri dan hijau tersebut dengan muara sungai yang masih dipertahankan sebagai pelabuhan alam oleh masyarakat, bahkan telah memiliki dasar hukum terkait pemanfaatan, pelarangan serta aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat, terutama berkaitan dengan kawasan hutan mangrove.