KAMIS, 3 MARET 2016
Jurnalis: Koko Triarko / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Koko Triarko
Jurnalis: Koko Triarko / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Koko Triarko
YOGYAKARTA—Ratusan penambang pasir tradisional di wilayah Kabupaten Bantul, Sleman dan Kulonprogo, Yogyakarta, berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DIY, Kamis (3/3/2016). Mereka menuntut agar pengetatan izin penambangan bagi penambang perorangan yang dilakukan oleh Pemda DIY diperlonggar.

Salah seorang penambang pasir tradisional, Yunianto (40) , di sela unjuk rasa yang dilakukannya mengatakan, sejak izin penambangan dipegang oleh provinsi, pihaknya kesulitan mendapatkan izin untuk menambang pasir di sejumlah kawasan sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Menurutnya, sejak perizinan dipegang oleh provinsi, penambang pasir harus memiliki Izin Usaha Penambangan (IUP) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Namun kendati pihaknya sudah mengajukan IUP dan IPR, hingga kini belum satupun yang disetujui. Karena itu, pihaknya menggelar aksi unjuk rasa menuntut proses perizinan bagi penambang pasir tradisional dipermudah.
Selain berorasi di depan Gedung DPRD DIY, peserta aksi membentangkan spanduk berisi tuntutan yang antara lain berbunyi ‘Izinkan Kami Mencari Sesuap Nasi di Sungai Progo’. Namun setelah beberapa lama berorasi, sejumlah perwakilan massa pengunjuk rasa diperkenankan masuk untuk beraudiensi dengan wakil rakyat dan sejumlah instansi terkait antara lain Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Manusia (PUP ESDM) DI Yogyakarta, Gerai Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) Yogyakarta dan lainnya.

Terhadap tuntutan penambang pasir tersebut, usai audiensi Kepala Bidang ESDM Dinas PUP ESDM, Edi Indrajaya, menjelaskan, salah satu persyaratan pengeluaran Izin Pertambangan Rakyat (IPR) itu harus ada peta wilayah pertambangan rakyat di suatu daerah yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM tahun 2014.