Lubang Jarum Cara Paling Aman Melihat Gerhana Matahari Total

SABTU, 5 MARET 2016
Jurnalis: Koko Triarko / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Koko Triarko

YOGYAKARTA — Meski Yogyakarta hanya akan mengalami 83 Persen Gerhana Matahari Total (GMT) pada Rabu, 9 Maret 2016 nanti, namun masyarakat di Yogyakarta akan menyaksikan bersama fenomena langka tersebut di simpang empat Tugu Yogyakarta. Namun, warga tetap diimbau untuk berhati-hati karena jika salah dalam cara melihat bisa mengalami kebutaan.

 Kiri: Eko Hadi Gunawan pakai rompi menjelaskan cara menggunakan teleskop

Terkait fenomena GMT yang  langka dan menarik namun juga membahayakan, Komunitas Penjelajah Langit Yogyakarta mengadakan pelatihan cara melihat GMT dengan aman di simpang empat Tugu Yogyakarta, Sabtu (5/3/2016). GMT yang bisa dilihat menggunakan teleskop dan berbagai alat sederhana lainnya, tetap harus dilakukan dengan cara yang aman dan hati-hati.
Ketua Komunitas Penjelajah Langit, Eko Hadi Gunawan, ditemui di sela pelatihan menjelaskan, dalam menggunakan teleskop ada beberapa hal yang harus diwaspadai. 
Antara lain, harus menggunakan filter matahari dengan Seri ND 5 yang dipasang di lensa obyektif teleskop. Filter itu berfungsi mengurangi intensitas matahari yang mampu meredamnya hingga 100.000 kali sehingga aman untuk mata. 
Filter Seri ND 5 merupakan satu-satunya filter lensa yang dibolehkan untuk melihat GMT. Lalu, finder scope harus dilepas atau tidak boleh digunakan. Pada saat menentukan arah teleskop ke obyek GMT, pun tidak boleh langsung melihat ke obyek. Melainkan, melihatnya melalui bayangan. Jika sudah tepat, baru dibolehkan melihat GMT dengan teleskop melalui lensa oculer. 

Warga belajar menggunakan teleskop
“Ini bedanya jika kita melihat bintang, yang boleh langsung sejajar dengan teleskop dan obyek bintang”, jelasnya.
Namun demikian, kata Eko, sebenarnya ada alat tradisional yang justru paling aman untuk melihat GMT. Yaitu dengan teknik lubang jarum atau pinhole. Cara itu dilakukan dengan menggunakan kertas yang dilubangi dengan jarum, yang berfungsi untuk menyaring sinar matahari. Sinar matahari yang menerobos ke lubang jarum itulah yang boleh dilihat dengan mata. 
Ada pun cara lain adalah dengan menggunakan kacamata matahari yang juga menggunakan filer yang sama dengan Seri ND 5 dan kacamata las. Namun kedua kacamata itu, menurut Eko, harus digunakan dengan jeda waktu 1 menit. 
“Jadi tiap kali lihat GMT selama satu menit, istirahat sesaat dan melihat lagi. Ini untuk melindungi agar retina mata tidak terlalu lama terkena sinar matahari”, ungkapnya.
Sementara itu bagi warga yang berada di rumah, Eko mengimbau agar jangan sekali-kali melihat langsung ke arah matahari. Lebih baik berada di dalam rumah sambil menonton GMT dari televisi atau membuat lubang jarum sendiri. Ia mengingatkan, cara melihat GMT langsung dari pantulan air sangat berbahaya dan bisa menimbulkan kebutaan. 
Juga melihat dengan negatif film sangat berbahaya, karena yang diwaspadai dari GMT itu tidak hanya intensitas matahari, namun juga gelombang infra merah dan gelombang ultra violet yang bisa menyebabkan kebutaan. 
“Kesalahan yang sering terjadi adalah membuka filter lensa dan langsung melihat GMT melalui lensa tanpa filter. Ini bisa berakibat fatal”, cetusnya.
GMT tahun ini, menurut Eko, merupakan fenomena langka yang akan terjadi lagi nanti setelah 33 tahun. Karena itu, melihat GMT meski tidak total menjadi pengalaman tersendiri. Sebanyak 45 kota di Indonesia akan menyaksikan GMT tersebut, namun di Yogyakarta hanya akan mengalami 83 Persen atau tidak total. GMT di Yogyakarta akan terlihat seperti bulan sabit. Adapun GMT akan mulai terlihat mulai pukul 06.20 wib hingga 08.35 wib dan puncaknya akan terjadi pada sekitar pukul 07.23 wib.
Lihat juga...