Menyeruput Hangatnya Kopi Bali di Kota Tua Denpasar

SABTU, 27 FEBRUARI 2016
Jurnalis : Bobby Andalan / Editor : ME. Bijo Dirajo /  Sumber Foto: Bobby Andalan

BALI—Sama seperti daerah lainnya, Kota Denpasar memiliki kota tua peninggalan penjajah Belanda, terpatnya berada di Jalan Gajah Mada. Sama seperti dahulu kala, kota menjadi pusat geliat perekonomian warga. Terdapat pasar terbesar di Bali, Pasar Badung yang bergeliat 24 jam tiap harinya. Di antara deretan bangunan tua, terdapat sebuah toko penjual dan penjaja kopi.
Kios Toko Kopi Djaja di Kota Tua Denpasar
Toko itu adalah Bhineka Djaja. Toko itu berdiri sejak tahun 1935. Tiap harinya, toko yang buka sejak pukul 09.00 Wita dan tutup pada pukul 16.00 Wita itu ramai didatangi penikmat kopi. Saat Cendana News mengunjungi toko tersebut, sejumlah penikmat kopi tengah bersantai menikmati aneka kopi yang dijual di sini. 
Made Punia, salah seorang pegawai menceritakan, sejak dahulu tokonya memang hanya menjual berbagai jenis kopi dari Tanah Air. Kopi-kopi tersebut dibuat dan dikelola, lalu dipasarkan. Lantaran membludaknya peminat kopi yang hendak duduk santai di toko tempatnya bekerja, maka pada tahun 1997 dibuat tempat khusus bagi mereka yang ingin menyeruput kopi di tempat.
 “Kedai kopi ini dibuka sejak 1935. Banyak pelanggan kita yang datang setiap hari. Dari warga lokal bahkan mancanegara,” kata Punia kepada Cendana News di tokonya.
Saking nikmatnya kopi-kopi di sana, seorang pelanggan Australia datang membeli 1 koper bubuk minuman itu untuk dibawa ke negaranya. Punia bercerita, jika persediaan sang turis habis, dia akan kembali ke Indonesia untuk membeli kopi itu lagi.
Dia melanjutkan, pengunjung yang datang ke kedainya itu kebanyakan memesan kopi dari Bali, mulai dari Bali Gold, Kintamani, hingga Luwak.
“Pengunjung yang ke sini mayoritas memesan kopi jenis Bali Gold. Untuk satu gelasnya Rp.8 ribu. Kopi jenis lainnya juga banyak dipesan. Kalau kopi Luwak Rp.100 ribu per gelas. Banyak juga yang pesan,” tutur pria dua anak tersebut.
Punia bercerita, di kedai tempatnya jualan tak sedikit pelanggan setia yang sudah puluhan tahun ngopi di tempat itu.
“Ada yang sudah 15 tahun, ada juga yang 20 tahun dan masih setia hampir setiap hari ke sini untuk ngopi,” kata dia.
Yang unik adalah saat Punia berjalan dari dalam kedai menuju luar sambil membawa gelas dari alumunium yang dipukul-pukul menggunakan sendok. Itu menandakan bahwa waktu menikmati cangkir-cangkir kopi Bali sudah habis. Ketika mendengar bunyi itu, pengunjung yang masih asyik menikmati suasana protes secara bersamaan, ‘Yaaaaaaahhh, kok tutup sih?’
Sementara Punia cuma bisa cengar-cengir, “Waktunya closing. Besok datang lagi ya,” ujar Punia sambil tertawa kecil.
Tertarik menyeruput kopi di sini? Kedai ini buka dari hari Senin hingga Sabtu tiap minggunya.
Lihat juga...