MINGGU, 21 FEBRUARI 2016
Penulis: Koko Triarko / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Koko Triarko
CATATAN JURNALIS — Candi Sojiwan merupakan salah satu obyek wisata candi kecil di wilayah Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Candi berlatar Budha itu, menjadi obyek wisata minat khusus yang sering dikunjungi oleh pelajar dan mahasiswa yang menyukai bidang arkeologi. Kendati candi kecil, keberadaannya sangat menarik dan sarat ajaran moral yang masih relevan hingga kini.

Berada sekitar 7 kilometer ke arah timur dari Candi Prambanan, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, Candi Sojiwan berdiri megah di keluasan komplek candi yang secara administratif terletak di dusun Kebondalem Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah.
Candi yang berada di kawasan perbatasan dua provinsi itu menjadi menarik dan unik, karena di sejumlah bagian candi terpahat relief binatang yang mengisahkan suatu peristiwa yang mengandung ajaran moral di masa Kerajaan Mataram Kuno Abad 8-10 Masehi.
Dari catatan arkeolog yang terdapat di komplek candi, diketahui Candi Sojiwan merupakan salah satu peninggalan zaman Kerajaan Mataram Kuno Abad 8-10 Masehi. Disebutkan pula, jika Candi itu dibangun sebagai bentuk penghormatan dari Raja Balitung kepada neneknya yang bernama Nini Haji Rakryan Sanjiwana yang beragama Budha.
Sementara itu, upaya pelestariannya telah dilakukan sejak lama. Dimulai sejak proses pencarian batu dan anastilosis yang bisa direkontruksi kembali menjadi bentuk candi, sehingga pada tahun 1996 Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta yang saat itu masih berupa Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah melakukan pemugaran.
![]() |
Relief binatang di kaki Candi Sojiwan. |
Sejak tahun 1996-2006, pemugaran berhasil mencapai bagian tubuh candi. Namun karena terjadi gempa pada 27 Mei 2006, bagian tubuh candi itu mengalami keruntuhan lagi. Kemudian dilakukan pembongkaran dan pemasangan lagi tanpa kolom. Beberapa batu isian yang semula menggunakan batu putih diganti dengan batu andesit yang diperkuat dengan angkur besi.
Selama kegiatan pemugaran itu, juga dilakukan penelitian arkeologi. Dan, sejauh ini telah ditemukan pula struktur parit keliling, struktur pagar halaman 1 di sisi utara dan timur serta struktur pagar halaman 2 yang sebagian telah berhasil direkontruksi. Selain itu, juga ditemukan dua deret struktur candi perwara dan stupa di halaman 2 di sisi utara.
Komplek Candi Sojiwan secara keseluruhan terdiri dari dua gugusan candi, yaitu Candi sebelah utara dan selatan. Namun gugusan candi sebelah selatan sudah hilang menjadi pemukiman penduduk, sedangkan candi utara masih terlihat seperti sekarang. Kedua gugusan candi dikelilingi struktur parit. Sementara itu, candi sebelah utara terdiri dari satu candi induk dan candi perwara yang mengelilinginya. Di luar kelompok candi perwara itu, juga ditemukan struktur bangunan yang belum diketahui fungsi dan bentuknya.
Hal menarik dari Candi Sojiwan adalah adanya relief binatang yang merupakan kisah fabel yang berisi ajaran moral agama di zaman Kerajaan Mataram Kuno, yang masih relevan hingga kini. Relief itu disebut tantra.
Beberapa kisah fabel yang terpahat di kaki-kaki Candi Sojiwan, antara lain dipaparkan tentang kisah Burung Berkepala Dua, kisah Buaya dan Kera, kisah Prajurit dan Pedagang, dan kisah Wanita dan Serigala. Sejumlah kisah tersebut menggambarkan pesan moral untuk menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
Dalam Kisah Burung Berkepala Dua, misalnya, dikisahkan kepala burung yang satu makan enak dan yang kepala dua tidak. Kepala dua sudah meminta, tapi tidak diberi dengan alasan makanan itu nanti juga akan masuk ke perut yang sama. Kepala dua marah dan makan makanan beracun dan matilah burung itu.
Pesan ini mengingatkan tanpa ada kerjasama yang baik semua pekerjaan bisa gagal atau kurang baik hasilnya.
Lalu kisah Buaya dan Kera, mengisahkan istri Buaya minta suaminya untuk menangkap Kera yang sedang duduk di tepi sungai untuk disantap hatinya. Suami Buaya pun menyanggupi dan pergi menghampiri si Kera. Berdalih hendak mengantarkan si Kera ke seberang sungai karena ada banyak pohon buah, si Kera pun mau menyeberangi sungai dengan naik ke punggung Buaya.
![]() |
Pengunjung nampak asyik berselfie ria di Candi Sojiwan |
Di tengah sungai, Buaya mengatakan jika istrinya menginginkan hatinya untuk disantap. Si Kera terkejut, namun dengan lihai si Kera mengatakan, jika hatinya tertinggal di tepi sungai tadi. Mendegar itu, Buaya percaya dan mengantarkan lagi si Kera kembali ke tepi sungai. Begitu sampai di tepi sungai lagi, si Kera langsung meloncat pergi. Buaya tertipu. Dan, kisah ini kemudian diartikan sebagai pelajaran, agar manusia selalu berusaha menjadi pandai agar tidak tertipu.
Kisah Prajurit dan Pedagang, mengisahkan seorang pejabat kerajaan yang memiliki dua sahabat, yaitu prajurit dan pedagang. Prajurit berjanji akan selalu membantu dan melindungi pejabat itu jika mengalami gangguan keamanan. Begitu pula dengan si pedagang, akan memberikan hartanya jika pejabat itu memerlukan. Suatu ketika, si pejabat ingin menunjukkan kesetiaan kedua sahabatnya itu kepada istrinya. Si pejabat pun berpura-pura dengan mengatakan kepada kedua sahabatnya itu jika ia sedang menghadapi masalah yang bisa membuatnya dihukum berat. Mendengar hal itu, si pedagang mengatakan tidak bisa berbuat apa pun. Sementara, si prajurit menyatakan siap membantu dengan pedangnya. Kisah itu diartikan, bahwa seorang sahabat seharusnya mampu membantu tanpa pamrih.
Kisah Wanita dan Serigala, mengisahkan seorang petani tua yang memiliki istri seorang wanita muda yang sangat cantik. Namun, wanita itu merasa tidak senang tinggal bersama suaminya itu. Suatu ketika, wanita itu bertemu dengan seorang pemuda yang memuji-muji kecantikannya. Wanita itu pun senang dengan pujian tersebut. Lalu, mereka berjalan bersama dan hendak menyeberangi sungai. Namun demikian, saat itu pula timbul niat dari si pemuda itu untuk menguasai harta milik si wanita itu. Lalu, pemuda itu pun membohongi si wanita itu. Ia berdalih akan menyeberangkan dahulu hartanya, kemudian akan kembali lagi. Namun setelah mendapatkan harta, pemuda itu tak kembali lagi. Dan, si wanita cantik itu tak bisa berbuat apa-apa, kecuali menyadari dirinya telah tertipu.
Lalu, tak lama setelah kejadian itu ada seekor serigala yang datang membawa daging di mulutnya. Setiba di sungai, serigala melihat banyak ikan dan segera meletakkan daging yang dibawa dengan mulutnya. Serigala kemudian hendak menangkap ikan-ikan yang tampak di permukaan. Namun, tiba-tiba ada sekelompok burung yang membuat ikan-ikan itu kabur. Serigala pun urung menangkap ikan. Dan, betapa terkejutnya ia ternyata sekelompok burung itu juga telah membawa terbang daging miliknya. Kisah tersebut diartikan sebagai pelajaran agar manusia tidak serakah dan menerima apa pun yang telah menjadi miliknya dengan iklas dan syukur.
Demikian beberapa kisah fabel yang terpahat dalam relief di kaki Candi Sojiwan. Sebuah kisah sederhana, namun arti dan maknanya relevan sepanjang masa. Kecuali sarat dengan nilai ajaran moral, Candi Sojiwan pun cukup representatif dan indah dipandang mata.
Hampir setiap pengunjung yang datang selalu berselfie ria. Berkunjung ke Candi Sojiwan, selain bisa melepas kepenatan juga mendapat ajaran moral yang berharga. Dan, berkunjung ke candi kuno itu pun tak dipungut biaya. Pengunjung hanya cukup melapor ke satpam dan menuliskan identitasnya di buku tamu.