JUM’AT, 8 JANUARI 2016
Jurnalis: Zulfikar Husein / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Zulfikar Husein
ACEH—Untuk menjadi seorang penulis, ternyata tidak harus mengikuti pelatihan menulis. Apalagi mengikuti pelatihan ‘mengolah kata’ tersebut dalam jumlah banyak. Berikut simak tips menulis dari salah seorang penulis muda asal Aceh, Bisma Yadhi Putra.
![]() |
Bisma Yadhi Putra |
“Pelatihan menulis itu tidak penting, yang penting itu latihan menulis. Saya selalu mengatakan itu setiap kali diundang menjadi narasumber pelatihan menulis, dengan konsekuensi kapan-kapan tidak diundang lagi oleh panitianya,” ujar Bisma dengan sedikit bercanda, saat berbincang dengan Cendana News, Kamis malam 7 Januari 2016.
Menurut pemuda yang belum genap berusia 26 tahun tersebut, sebanyak 99 persen pemuda yang ikut pelatihan menulis, gagal menjadi penulis. Kata dia, banyak peserta menulis yang tidak melanjutkan menulis setelah selesai pelatihan, bahkan bisa sama sekali tidak ada yang menulis.
Bagi Bisma, untuk menjadi penulis, tidak mesti harus mengikuti pelatihan ataupun bergabung dalam komunitas menulis. “Jangan buang-buang waktu dan tenaga sibuk mengikuti pelatihan menulis atau bergabung di komunitas penulis. Bukan itu yang jadi tahap awal menjadi penulis,” kata dia.
Pria yang kerap menjadi juara lomba penulisan artikel atau opini ini mengaku bisa menjadi penulis bukan hasil dari kegiatan pelatihan. Namun justru belajar secara otodidak dengan cara mengumpulkan artikel-artikel penulis hebat yang ia suka.
“Belajar sendiri. Saya kumpulkan artikel-artikel dari penulis yang saya suka, membeli buku kumpulan-kumpulan artikel, lalu mempelajari cara mereka membangun argumen, berbahasa, dan masalah gramatikanya,” kata dia.
Meskipun begitu, mengikuti pelatihan juga tidak dilarang. Pelatihan uantuk menambah informasi, pengetahun, serta pertemanan. Menurutnya menjalin pertemanan dengan penulis-penulis lain cukup penting agar bisa saling diskusi hingga saling membantu koreksi dan mengkritisi tulisan.
“Menurut saya, idealnya 70 persen membaca, 30 persen menulis. Di pelatihan menulis orang sibuk menulis. Dan saya lihat orang-orang yang ikut pelatihan tersebut tidak membaca. Lalu mengeluh kekurangan referensi, mengeluh kekurangan topik, mengeluh tulisannya mentok di tengah jalan. Penulis dengan semangat baca yang tinggi, melebihi semangat menulisnya, tidak akan terkendala dengan persoalan-persoalan tersebut,” pungkas Bisma.