
LAMPUNG — Seiring dengan penurunan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan daya beli masyarakat di Lampung relatif masih rendah terutama di pasar pasar tradisional. Hal itu dirasakan setidaknya oleh para pedagang di sejumlah pasar tradisional seperti yang terjadi di pasar tradisional Ketapang, pasar Inpres Kalianda. Dari penuturan mereka, omzet penjualan masih belum mengalami kenaikan berarti.
Dari pantauan di lapangan, sejumlah pedagang pakaian di Pasar Inpres Kalianda Lampung Selatan mengeluhkan sepinya pembeli untuk kebutuhan sandang tersebut. Jika dibandingkan dengan tahun lalu,tahun ini dirasakan cukup sepi oleh para pedagang sehingga pasar tradisional mengalami kelesuan.
“Ya sepi mas, rata rata warga mengeluhkan kondisi ekonomi lagi tidak bagus terpengaruh dengan dollar, tapi meskipun demikian kami gunakan trik yang penting balik modal meski harga agak turun,” ujar Andriani salah satu pedagang kepada Cendana News, Rabu (02/09/2015).
Selain kondisi ekonomi nasional yang cenderung memburuk terutama lemahnya nilai tukar dollar bahkan sebelum pelemahan nilai tukar rupiah, daya beli masyarakat juga lemah terhadap barang barang elektronik. Salah satu pedagang alat alat elektronik jenis kulkas, televisi, serta alat alat elektronik lain mengaku terjadi kenaikan harga alat elektronik dan berimbas pada daya beli masyarakat yang menurun.
Menurut Sunandar, pemilik “Jaya Elektronik” harga barang elektronik di sejumlah toko elektronik naik sekiyar 5%-10% akibat melemahnya harga tukar rupiah yang kini mencapai angka Rp.14ribu lebih.
“Kenaikan harga barang elektronik terjadi sejak beberapa waktu lalu, hampir semua jenis elektronik mengalami kenaikan seperti televisi, DVD, VCD,”ungkap Sunandar.
Sementara itu berdasarkan rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung yang mencatat inflasi Lampung yang pada Juli 2015 naik signifikan ke angka 1,12 persen. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, Adhi Wiriana,beberapa waktu lalu kenaikan inflasi tahunan Lampung relatif terjaga dikarenakan masyarakat mulai bijak dalam mengatur kebutuhan.
Berdasarkan data BPS Lampung, Bandar Lampung menyumbang inflasi terbesar ke angka 1,08 persen sebagai dampak adanya kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 120,39 pada Juni menjadi 121,169 pada Juli. Sementara Metro hanya menyumbang inflasi 0,04 persen.
Adapun komoditi yang memberikan andil inflasi terbesar selama Juli 2015 yakni angkutan antar kota sebesar 0,30 persen, cabe merah 0,26 persen, daging ayam ras 0,07 persen, cabe rawit 0,04 persen dan kangkung 0,04 persen.
Selanjutnya daging sapi 0,04 persen, beras 0,04 persen, ketimun 0,04 persen, angkutan udara 0,03 persen, jengkol 0,03 persen, bayam 0,3 persen dan cabe hijau 0,02 persen.
Sedangkan untuk kelompok bahan makan menyumbang sebesar 0,57 persen; kelomok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,35 persen; kelompok rumah, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,06 persen.
Adapun kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,04 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,03 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,02 persen dan kelompok sandang sebesar 0,01 persen.
Inflasi tahunan di Bandarlampung menempati urutan ketiga di Sumatera. Batam menempati posisi pertama dengan inflasi 8,97 persen disusul Padang 8,85 persen. Sedangkan inflasi bulanan, Bandarlampung menempati posisi ke-24 dari 82 kota dimana 80 kota mengalami inflasi sedangkan dua lainnya deflasi.
Sementara di bulan Agustus BPS Lampung juga mencatat terjadi inflasi sebesar 0,41 % di kota Kota Bandar Lampung . Enam kelompok pengeluaran memberikan andil inflasi di Kota Bandar Lampung yaitu kelompok bahan makanan memberi andil inflasi sebesar 0,33 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,08 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,03 persen; kelompok sandang sebesar 0,02 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,02 persen; dan kelompok kesehatan sebesar 0,01 persen. Sedangan kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan memberikan andil yang menahan laju inflasi yaitu sebesar 0,08 persen.
BPS Lampung juga merilis di daerah pedesaan Lampung mengalami inflasi sebesar 1,17 persen. Ini disebabkan adanya kenaikan harga pada berbagai kelompok pengeluaran seperti kelompok bahan makanan hingga 2,20 persen.
Selajutnya kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,57 persen; kelompok perumahan 0,06 persen, sandang 1,20 persen; kelompok kesehatan 0,73 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,15 persen dan kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 0,44 persen.


RABU, 2 september 2015
Jurnalis : Henk Widi
Foto : Henk Widi
Editor : ME. Bijo Dirajo