Orde Baru Dibenci, Reformasi Dipuja, Tanah Air Terjual

Regulasi Penanaman Modal Asing yang tertuang dalam UU No. 1 tahun 1967 ini merupakan upaya pemerintahan Orde Baru mendapatkan stimulus pertumbuhan ekonomi tanpa menghilangkan prinsip-prinsip kemandirian bangsa.

Sangat kontras dengan regulasi yang dikeluarkan sejak berakhirnya era Presiden Soeharto, satu per-satu aset negara berpindah kepemilikannya kepada investor asing tanpa kompensasi buy back atau prinsip-prinsip kemandirian bangsa. Hal ini diperparah dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing era Presiden SBY.

Pada UU No.25 Tahun 2007 praktis pengusaha pribumi dengan investor luar negeri berkedudukan sama hak serta kewjibannya. Dihapusnya ketentuan mengenai bidang-bidang usaha yang tertutup bagi investasi asing, tidak adanya batasan kepemilikan saham dan bahkan upaya nasionalisasi aset dengan melibatkan badan Arbitrase Internasional akan mengancam kemandirian serta kedaulatan bangsa.

Revisi terhadap regulasi investasi memang tak dapat dibendung dalam era ekonomi kapitalisme global ini. Regulasi investasi merupakan sebuah upaya untuk menarik minat investor asing, namun kepentingan nasional sudah seharusnya menjadi prioritas utama. Kenyataannya regulasi yang begitu liberal bagi kepentingan modal tersebut masih belum mampu menarik investor asing sebagaimana era Orde Baru.

Sepuluh tahun Presiden SBY berkuasa dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintahan Jokowi. Strategi menjalin kedekatan dengan poros Sino-Indonesia (RRC-Indonesia) mungkin pilihan mujarab untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, apalagi RRC memiliki kepentingan menanamkan pengaruh di Asia Tenggara khususnya Laut Cina Selatan. Asalkan saja rencana investasi deep sea water port dan pengalengan ikan di Pulau Natuna oleh pemerintah Republik Rakyat Cina bukan agenda tersembunyi implementasi sembilan garis putus-putus batas wilayah yang diklaim RRC terhadap kedaulatan NKRI. (Gani Khair)
Lihat juga...