Syeikh Abdullah Ahmad, Aktor Dibalik Layar Pendidikan Sumatera Barat

Syekh DR.Haji Abdullah Ahmad (tengah)
CENDANANEWS (Padang) – Di Kota Padang, ada sebuah jalan yang dinamai DR. Abdullah Ahmad, jalan yang tepat berada di lingkungan Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) ini bukan sekedar jalan yang biasa. Disana terekam jejak sebuah perlawan secara intelektual yang matang dalam menghadapai hegemoni kolonial Belanda. 
Jalan kecil ini menghubungkan Jalan Sudirman dan Jalan Perintis Kemerdekaan. Dan jadi salah satu akses cepat menuju RSUP Dr. M. Djamil, Padang. Dan dijalan Abdullah Ahmad inilah terekam sejarah bagaimana perjuangan ulama Minangkabau ini menyebarkan pendidikan Islam sejak awal hingga pertengahan abad ke-20.
Abdullah Ahmad namanya, ulama satu ini lebih sering berada di belakang layar. Di hadapan publik,berbeda dengan dua sahabatnya yang merupakan orator ulung, yakni Syekh Abdul Karim Amrullah (Inyiak Rasul) dan Syekh Jamil Jambek (Inyiak Jambek).
Meski tak hebat berdakwah secara tabligh dan ber orasi, tapi namanya terkenal di dalam dunia tulis menulis. Ia terkenal hingga pelosok Nusantara sampai Semenanjung Malaka melalui tulisan-tulisannya. Bahkan, karena peran Abdullah Ahmad, pemikiran sahabat karibnya Inyiak Rasul, mampu menyeberangi lintas batas-batas wilayah Minangkabau.
Selain penulis yang handal, ia juga organisatoris yang rapi dan pendidik yang baik. Organisasi dan lembaga pendidikan yang didirikannya beragam. Dua di antaranya masih ada hingga kini: PGAI dan Perguruan Adabiah.
Syeikh Abdullah Ahmad, lahir di Padang Panjang pada tahun 1878. Ia berkembang menjadi pribadi yang berpikir modern pada zaman itu. Ini didukung ayahnya yang seorang pedagang dan sekaligus ulama. Sehingga sejarah pembaharu yang satu ini hampir sama dengan pembaharu Islam lainnya di Minangkabau yang mendapatkan pendidikan dasar agama Islam dari orang tua mereka. Begitulah orang Minang mendidik generasinya pada masa itu.
Seperti kebanyakan pembaharu Islam minangkabau lainnya, Abdullah Ahmad berasal dari keluarga yang terbilang ber-uang dan dipandang oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Ia sempat mengecap pendidikan pribumi di Kota Padang Panjang. Ini juga menjadi suatu sokongan dalam perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam serta mengembangkan pendidikan Islam modern di negeri ‘Serambi Mekkah’ itu.
Abuddin Nata dalam bukunya Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia merekam bahwa Syekh Abdullah Ahmad pun mengikuti trend kaum menengah ke atas di Minangkabau pada waktu itu. Selepas belajar di Minangkabau ia belajar ke Mekkah.
Abdullah muda berangkat ke Mekkah di usia 17 tahun pada 1895. Kala itu, Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi asal Koto Gadang, Agam sedang jadi primadona di tanah suci. Ia belajar pada Syekh Ahmad Khatib selama 4 tahun.
Sepulang dari Mekkah, Abdullah Ahmad menjadi guru agama di Masjid Zu’mak Kota Padang Panjang, atau dulunya lebih populer dengan nama Surau Jembatan Besi. Dan disinilah para kader-kader pembaharu dari golongan ulama kaum muda Minangkabau dibentuk, dan melahirkan tokoh-tokoh yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Lewat tangannya lahir Majalah Islam pertama di Nusantara, ‘Al-Munir’ yang banyak dibaca oleh para intelektual Islam ketika itu. Ia adalah pendiri PGAI dan Perguruan Adabiah.
“Kita tidak bisa melepaskan Adabiah dan PGAI dari nama besar DR. Abdullah Ahmad,” ujar Azmal Zein, wakil ketua Yayasan Adabiah, pada cendananews.com Sabtu (18/4/2015) sore.
Bersama Abdullah Ahmad pula, Syekh Abdul Karim Amrullah menghadiri Muktamar Khilafat Ulama se-dunia di Mesir. Di sana, keduanya membuat heboh. Bukan saja karena penampilan mereka yang tak biasa untuk ulama ketika itu, tapi karena pemikiran mereka yang dipandang progresif pada zaman itu.
Abdullah Ahmad dan Inyiak Rasul datang ke Mesir dengan mengenakan stelan yang kemudian dikenal menjadi pakaian nasional Indonesia: pentalon, kemeja, jas, dasi dan kopiah. Amat berbeda dengan penampilan ulama lain yang saat itu mayoritas mengenakan sorban dan gamis.
Karena aktivitas di bidang organisasi, pendidikan modern, penerbitan majalah dan pemikiran, dua ulama ini kemudian dianugerahi Universitas Al Azhar, gelar doktor. Gelar pertama yang diberikan pada ulama dari ‘Indonesia’.
Sejak saat itu, selain bergelar syekh, Inyiak Rasul dan Syekh Abdullah Ahmad, juga dikenal sebagai Doktor Abdul Karim Amrullah dan Doktor Abdullah Ahmad.
Karena perjuangan yang begitu keras, dan kebiasaannya menulis hingga larut malam, Abdullah Ahmad disinggahi penyakit yang memaksanya untuk berobat ke Pulau Jawa. Beliau berpulang pada Sabtu 25 November 1933 meninggalkan PGAI dan Adabiah yang didirikan.
Adabiah melahirkan banyak kader yang menjadi tokoh Indonesia. Mantan Perdana Menteri Mohammad Natsir, mantan Presiden Republik Indonesia di masa RIS Mr. Assaat, Harun Zain, Awaloedin Djamin dan Azwar Anas adalah beberapa di antara tokoh nasional jebolan sekolah yang didirikan Abdullah Ahmad. 
———————————————-
Minggu, 19 April 2015
Jurnalis : Muslim Abdul Rahmad
Editor : ME. Bijo Dirajo
———————————————-
Lihat juga...