![]() |
Mencari Butiran Padi Sisa Panen [Foto:CND] |
CENDANANEWS (Lampung)– Masa panen merupakan masa yang ditunggu oleh para pemilik lahan sawah di pedesaan, tak terkecuali bagi para petani di Kecamatan Penengahan Lampung Selatan Provinsi Lampung. Masa panen tersebut menjadi berkah tersendiri bagi wanita bernama Sutinah (65) , meski tidak ikut serta mengingat usianya terbilang senja, namun dia mendapatkan hasil dari mengumpulkan butiran padi yang ditinggalkan saat panen.
Para buruh tani yang menggunakan sistem “nyeblok” akan mendapat hasil berupa bagian gabah dengan pemilik berdasarkan gabah yang dipanen sesuai luas lahan yang ditanami. Berbeda dengan Sutinah, ia mendapatkan padi tersebut dengan cara “mengasak” dari bekas bekas sisa para pemanen.
Pengamatan Cendananews.com, Sutinah merupakan salah satu wanita yang sehari harinya menyibukkan dirinya dengan mengasak seperti wanita wanita lain di Kecamatan Penengahan. Oleh karena itu jika musim panen tiba mereka yang terbiasa mencari rejeki di sisa-sisa panen yang disebut ” Ngasak” ditempat panen.

Kepada Cendananews.com Kamis (9/4/2015) dia menuturkan, selain mencari padi di sisa-sisa habis dipanen mereka juga mencari gabah dari sisa-sisa “nggebuk” atau merontokkan padi dengan alat khusus untuk merontokkan padi secara manual. Biasanya padi yang dipanen untuk merontokkan gabahnya menggunakan alat perontok padi baik menggunakan mesin perontok atau manual menggunakan tenaga manusia. Batang-batang padi itulah yang kemudian oleh para ”Pengasak” dibersihkan kembali untuk diambil gabahnya.
”Ya beginilah pak kerja kami jika musim panen tiba mencari gabah atau padi sisa panen yang ditinggalkan pemiliknya , dari sedikit kami kumpulkan setelah kumpul banyak nanti kami jual atau kami bawa ke tempat penggilingan padi ”, ujar Sutinah seraya membersihkan gabah yang diambilnya dari tanah serta meletakkannya di atas tampah dari bambu untuk membersihkannya.
Aktifitas ”Ngasak” ini dilakukan oleh ibu Sutinah jika musim panen padi tiba , selain di desanya sendiri kadang-kadang dia mencari padi ke desa tetangga yang juga sawahnya habis panen. Pagi dia berangkat sendiri kadang-kadang juga bersama satu atau dua temannya, setelah sampai di lahan mereka kemudian berpencaran. Selain mencari padi di sisa batang padi habis tebangan , kadang kala mereka menunggui orang yang panen padi kemudian meminta batang padi sisa untuk dicari gabahnya dengan cara dipukul-pukul kemudian dibawahnya diberi alas agar gabahnya tidak jatuh. Gabah-gabah itupun dikumpulkan sedikit demi sedikit dari tepat satu ke tempat lain jika sudah terkumpul banyak kemudian di bawa pulang.
”Hasil yang saya peroleh tidak menentu jika ada orang panen banyak ya kadang bisa dapat 5 kilo gabah , kadang pun hanya dapat 1 kilo tergantung dari rejeki kita. Ya yang namanya ngasak tidak bisa ditentukan hasilnya Mas ”, ujar Sutinah.

Setiap hari ia berangkat berbekal karung, jambel , sapu serta tampah untuk membersihkan gabah yang diperolehnya dari hasil ngasak, ia selalu mengenakann caping untuk melindunginya dari sengatan mentari. Meskipun di bawah sengatan mentari namun nenek dari beberapa cucu ini masih semangat melangkah diantara sawah sawah warga.
Sementara itu Komarudin (45) penggarap sawah di Desa Pasuruan yang menggarap lahan milik orang lain mengaku sudah hapal dengan aktifitas yang dilakukan oleh Sutinah sebagai seorang pengasak.
Komarudin mengatakan para pengasak yang sering beroperasi di sawah yang habis dipanen atau menunggui batang padi habis panen menurutnya tidak mengganggu pemilik lahan sawah . Oleh karena itu mereka membiarkan beroperasi dan juga mencari gabah dari batang padi habis panen. Sebab ia menyadari padi sisa atau yang masih di batang padi belum dipanen tidak diambil oleh pemilik melainkan dibiarkan begitu saja.
Selain itu mereka juga mencari rejeki yang hasilnya dibuat untuk makan sehari-hari keluarganya , sehingga hal itu merupakan sesuatu yang perlu dibantu. Bahkan jika hasil panen para petani bagus kadangkala ada juga para petani yang memberikan gabah langsung pada pengasak itu.
”Ya itu sudah tradisi disini jika panen tiba ya ada pengasak yang mencari rejeki di sisa-sisa padi habis panen , bagi petani mereka itu tidak menganggu sama sekali ya dibiarkan saja mereka mencari rejeki,” ujar Komarudin.
Sutinah, wanita yang sudah berusia senja itu menjadi potret wanita desa yang diusia senjanya masih terus bekerja tanpa merpotkan anak dan cucunya. Bahkan meski sudah hidup sebatang kara ia masih berusaha untuk melakukan aktifitas lain jika tidak musim panen.
“Kalau tidak mengasak saya berjualan gula merah yang saya ambil dari pembuat gula lalu saya jual dengan digendong sambil berjalan kaki dari rumah ke rumah,” ujar Sutinah.

Sesaat setelah setengah hari berada di sawah, panas semakin terik Sutinah berpamitan untuk kembali ke rumah. Ia berencana akan mengasak lagi di sawah lain pada sore harinya sambil menunggu para pemanen menyelesaikan tugasnya memanen.
Bagi yang belum mengenal atau mengerti istilah mengasak berikut pengertiannya:
Menurut Mardikanto, ngasak adalah pengambilan sisa-sisa padi yang tertinggal sehabis panen atau penuaian dimana seluruh pendapatannya multak menjadi pemilik tukang ngasak (Mardikanto, 1994:91). Sedangkan menurut Dody Nur Andriyan dalam artikelnya berjudul Runtuhnya Sawah Kami mengemukakan bahwa;
“………Pada saat padi dipanen dengan cara mengetam, biasanya masih tertinggal beberapa bulir padi di pohonnya yang luput dari panenan. Ini adalah suatu kesengajaan dalam rangka pemerataan pendapatan, pemilik sawah dan kaum boro kemudian membiarkan saja, agar sisa padi yang tertinggal tersebut dapat diambil oleh masyarakat desa lainnya yang tidak punya sawah dan tidak berprofesi sebagai boro. Kegiatan mengambil sisa bulir padi ini dinamakan ngasak. Sedangkan orang atau masyarakat desa yang mengambili sisa padi di panen raya disebut pengasak…….”.
Menurut Wiradi dalam Studi Dinamika Pedesaan dan Survey Agro Ekonomi (SDP-SAE) bekerjasama dengan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dituangkan dalam Materi Lokakaryanya berjudul Konsep dan Istilah Aplikasinya dalam Penelitian Masyarakat di Pedesaan Jawa pada tahun 1982 mengatakan bahwa ngasak merupakan pemungutan sisa-sisa padi di sawah yang bekas dituai. Hasil padi dari ngasak ini sepenuhnya menjadi milik si pengasak, tidak ada bagian yang diserahkan kepada penguasa sawah.