Gribik Motif Batik, Usaha Kreatif yang Masih Lestari

Anyaman Bambu Bermotif Batik
CENDANANEWS– Way Panji merupakan kecamatan, di Lampung Selatan, Lampung dengan luas wilayah 34.084 kilometer persegi terdiri dari 4 desa yaitu Sidorejo, Balinuraga, Sidoreno, dan Sidomakmur dan 27 dusun. Dengan jumah penduduk sekitar 17.134 jiwa yang terdiri dari laki-laki 8.669 jiwa, wanita 8.465 jiwa, terdiri dari 4.796 Kepala Keluarga (KK).
Keragaman yang ada di kecamatan tersebut yang begitu mencolok adalah beberapa desa yang bernuansa Bali. Maka tak mengherankan jika terlihat beberapa pura yang ada di desa tersebut. Secara khusus Cendananews ingin menggali potensi Usaha Kreatif yang digeluti oleh warga di Kecamatan yang terkecil di Lamsel tersebut.
Berkreasi untuk menemukan inovasi baru meskipun acapkali dianggap janggal oleh sebagian orang, seringkali membuahkan keberhasilan kepada segelintir orang yang memiliki kreativitas. Memang menjadi semacam pertaruhan. Dan hanya sedikit orang yang berani mengambil resiko pertaruhan tersebut untuk tetap membuat usahanya terus eksis ditengah persaingan yang ada.
Dan salah satu orang tersebut yaitu Samijan, warga Desa Sidomakmur Kecamatan Way Panji yang menjadi pengrajin gribik (anyaman bambu). Melihat cukup banyak warga lainnya di Desa Sidomakmur yang juga menjadi pengrajin gribik, ia pun berinovasi membuat gribik dengan motif tertentu yang dikenal dengan sebutan gribik motif batik.
Pria paruh baya yang tak suka berfotobtersebut mengatakan bahwa ia sudah hampir 10 tahun menggeluti usaha kerajinan tersebut. Dan sekitar enam tahun terakhir, ia pun mulai melakukan inovasi pembuatan gribik bermotif batik.
Menurut penuturannya, membuat gribik motif batik tidaklah berbeda dengan pembuatan gribik seperti biasanya. Hanya saja sebelum belahan bambu dianyam menjadi sebuah gribik. Belahan bambu diberi motif warna dengan menggunakan cat.
“Setelah dicat sesuai warna yang diinginkan, barulah belahan bambu dianyam menjadi gribik. Sehingga menjadi anyaman gribik yang memiliki motif warna yang lebih menarik,” ujarnya.
Menurut pria yang memiliki postur tubuh kecil tersebut, gribik dengan motif warna ternyata cukup menarik banyak pembeli. Sehingga pada awalnya, ia sempat kewalahan untuk memenuhi permintaan pembeli.
Namun saat ini, ungkap Samijan, ia hanya membuat gribik motif batik sesuai dengan pesanan saja. Sebab, tuturnya, cukup banyak rekannya sesama pengrajin gribik di Desa Sidomakmur yang juga membuat gribik motif batik.
“Sekarang seluruh pengrajin gribik juga membuat gribik motif batik. Oleh karenanya, saya membuat gribik motif hanya berdasarkan pesanan saja. Terutama para pelanggan,” terangnya.
Samijan sendiri sangat menjaga kualitas gribik buatannya. Menurutnya, bambu yang digunakannya yakni bambu hitam yang sudah tua. Ia mendapatkan bambu hitam dari daerah sekitar Desa Sidomakmur yang memang masih cukup banyak tersedia rumpunan pohon bambu hitam.
Dan biasanya, tuturnya, ia membeli pohon bambu secara borongan. Yakni untuk enam rumpun bambu dihargai mencapai sekitar Rp.1 juta.
Menurutnya, selain pohon bambu harus sudah tua, waktu penebangan pohon bambu tidak boleh pada waktu masa bulan purnama. Sebab biasanya, ungkapnya, bila penebangan dilakukan pada waktu masa bulan purnama, maka gribik akan mudah dimakan oleh bubuk (rayap)
Terkait hal tersebut, Samijan sendiri tidak bisa menjelaskan hubungannya. Namun ungkapnya, pantangan tersebut tidak hanya berlaku pada pohon bambu. Namun juga pada pohon kayu.
“Pantangan ini juga berlaku saat menebang pohon. Kalau menebang pohon waktu masa bulan purnama biasanya akan mudah dimakan bubuk,” jelasnya.
Menurutnya, jika bambu yang digunakan benar-benar tua dan kering. Kemudian tidak ditebang pada saat masa bulan purnama, maka gribik dapat tahan lama. Selain untuk dinding rumah, jelas Samijan, ada pula pembeli gribik yang menggunakannya untuk plafon rumahnya. Sebab selain terlihat unik, kualitas gribik lebih mampu tahan lama dibandingkan dengan interknit atau triplek.
Ia sendiri mematok harga gribik motif batik sebesar Rp.50 ribu permeter. Pasalnya, lanjut pria yang memiliki selera humor cukup tinggi tersebut, selain proses pembuatannya yang lebih lama bila dibandingkan dengan gribik biasa. Ia juga harus membeli cat untuk memberikan warga motif kepada gribik.
Sejauh ini, ungkapnya, para pelanggannya tidak hanya dari wilayah Lampung Selatan. Namun juga ada warga masyarakat dari daerah lainnya. Seperti dari Kabupaten Lampung Timur. Kendala yang dihadapi oleh para pengrajin gribik di desa Sidomakmur, yakni masalah permodalan dan pemasaran yang lebih luas. Selama ini Pemerintah Kabupaten  Lampung Selatan belum pernah memberikan bantuan kepada para pengrajin gribik di desa tersebut.
Oleh karenanya, ia pun sangat berharap pemerintah daerah Kabupaten Lampung Selatan dapat memberikan perhatian kepada mereka para pengrajin gribik di Desa Sidomakmur.
“Memang sempat gribik motif batik milik saya diminta untuk diikutkan dalam pameran. Setelah itu tidak pernah ada lagi,” pungkas Samijan sambil meneruskan aktivitasnya memotong batangan bambu yang kelak akan diolahnya menjadi gribik.
Lihat juga...