Stunting di NTT, Biasa Terjadi di Pedalaman
Editor: Satmoko Budi Santoso
MAUMERE – Berbagai penyakit yang terjadi di masyarakat diakibatkan masih minimnya kesadaran masyarakat terkait arti penting kesehatan, pola hidup sehat dan langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit.
Pada kasus stunting di Sikka, biasanya terdapat di wilayah terluar dan pedalaman. Untuk itu, para kepala desa dan lurah sebagai pemimpin, juga harus mengetahui tentang kesehatan.
“Untuk mencegah stunting, bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Dinas Kesehatan saja. Tetapi semua pihak termasuk keluarga. Orang cerdas harus menangani kesehatannya sendiri,” ujar Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo, dalam acara seminar tentang dukungan desa dan kelurahan dalam upaya pencegahan stunting di Kabupaten Sikka, Jumat (14/12/2018).

Sebagai kepala desa, juga harus berperan, jangan bersikap masa bodoh. Harus memotivasi warga untuk hidup sehat karena sehat nilai tertinggi dalam kehidupan.
“Kepala desa harus menyiapkan anggaran untuk mengatasi kekurangan gizi di wilayahnya. Harus dibuatkan program yang menyeluruh untuk mengatasi masalah stunting yang ada di wilayahnya,” ungkapnya.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Telly Gandut, SKM mengatakan, 328 balita di Kabupaten Sikka dari sebanyak 19.356 balita yang melakukan penimbangan di Posyandu dan juga mendapat pelayanan di 25 Puskesmas, terancam mengalami kekurangan gizi.
“Sebanyak 328 balita ini berada di bawah garis merah seperti yang tertera di Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dimiliki. Kekurangan gizi berpotensi terjadinya stunting pada anak,” tegasnya.