Stunting di NTT, Biasa Terjadi di Pedalaman

Editor: Satmoko Budi Santoso

Jumlah tersebut, kata Telly, paling banyak berada di Kecamatan Waigete, sebanyak 63 balita, disusul puskesmas Watubaing di Kecamatan Talibura sebanyak 30 balita. Juga di puskesmas Wolofeo sebanyak 28 balita serta puskesmas Magepanda sebanyak 25 balita.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Telly Gandut, SKM. Foto: Ebed de Rosary

Stunting merujuk pada tinggi anak yang lebih pendek dari tinggi badan anak seumurannya. Stunting terjadi lantaran kekurangan gizi dalam waktu lama pada masa seribu hari kehidupan,” terangnya.

Berdasarkan pemantauan, kata Telly, status gizi di Kabupaten Sikka selama kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami penurunan. Pada tahun 2015 turun sebesar 40.1 persen, tahun 2016 turun 26,5 persen, dan tahun 2017 hanya turun sejumlah 29,1 persen.

“Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) berkomitmen penuh, menekan angka stunting di Indonesia. Ragam kegiatan yang berhubungan dengan penanganan stunting terwadahi dalam Peraturan Menteri Desa terkait pemanfaatan Dana Desa,” sebutnya.

Pendekatan spesifik yang dilakukan, antara lain memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil. Pemeriksaan ibu hamil minimal 4 kali, serta mendapat tambah darah 90 tablet selama kehamilan. Juga  pemantauan tumbuh kembang di Posyandu. Semuanya harus sudah dibiayai dari dana desa.

“Pendekatan tidak langsung seperti penyediaan air bersih, fasilitas sanitasi, serta layanan kesehatan pun tercakup lewat dana desa. Selain itu juga dilaksanakan program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga,” terangnya.

Lihat juga...