Kebijakan Tembakau Diharap Selaraskan Industri dan Kesehatan

JAKARTA — Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menilai pemerintah perlu memperjelas arah kebijakan pertembakauan nasional agar dapat menyelaraskan kepentingan industri dan kesehatan.

Pingkan mengatakan arah kebijakan ini penting karena penerbitan regulasi untuk memacu produksi daun tembakau belum membuahkan hasil.

Di sisi lain, lanjut dia, target untuk menurunkan prevalensi perokok juga tidak tercapai. Prevalensi perokok di Indonesia masih terbilang tinggi yaitu hampir 50 persen di atas prevalensi global.

“Tidak efektifnya regulasi yang sudah ada menunjukkan pemerintah gagal memaksimalkan potensi dari kedua sektor, seperti mendorong produksi daun tembakau maupun melindungi kesehatan masyarakat. Pemerintah perlu memperjelas arah kebijakan pertembakauan nasional,” ujar Pingkan dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (8/9/2020).

Ia menyampaikan berdasarkan data FAOSTAT 2017, Indonesia menjadi produsen daun tembakau terbesar keenam di dunia dengan jumlah produksi mencapai 152.319 ton.

Di tengah keterbatasan di bidang produksi, lanjut dia, industri tembakau tetap berkontribusi pada penyediaan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak.

Namun, menurut dia, merokok tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian dan penyakit serius di Indonesia karena pembakaran rokok menghasilkan tar.

Ia mengatakan, industri pengolahan tembakau secara tidak langsung berperan atas munculnya penyakit yang menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat.

“Pengeluaran untuk kesehatan yang terkait langsung dengan kebiasaan merokok di Indonesia berjumlah sekitar 1,2 miliar dolar AS per tahun. Sementara itu, kerugian ekonomi tidak langsung akibat konsumsi rokok mencapai 6,8 miliar dolar AS,” paparnya.

Lihat juga...