Soeharto, Prabowo, dan Dokter Dalam Negeri

 

Bagi Presiden Soeharto, Indonesia hingga nafas terakhir. Hingga wafat ia di tangan perawatan dokter dalam negeri. Dokter-dokter RSPP.

 

Sejumlah analisis mengemuka. Sikap itu bukan semata pembuktian kecintaan SDM bangsa sendiri. Tindakan itu cerminan kehati-hatian mengelola negara. Termasuk dalam melindungi aspek-aspek pribadi dari kemungkinan dijadikan sebagai saluran intervensi. Oleh kelompok-kelompok atau kekuatan-kekuatan tertentu dalam mempengaruhi kebijakan bangsa dan negara.

 

Buku itu memperkenalkan istilah politik medis. Sebuah sekenario politik dengan melibatkan instrumen-instrumen medis yang ditujukan kepada seseorang, kelompok politik, pejabat, rejim tertentu, atau hal-hal yang terkait dengan negara/bangsa untuk mempengaruhi/ melumpuhkan/ melenyapkan eksistensi politik seseorang, kelompok politik, pejabat atau bahkan eksistensi sebuah bangsa dan Negara.” Berbeda dengan medical crimes. Ialah kejahatan kedokteran tanpa secara spesifik dilatari motif politik.

 

Gambaran politik medis itu apa yang menimpa Presiden Soekarno. Dirawat dokter-Dokter RRC sejak Juli 1965. Tanggal 4 Agustus 1965, muntah 11 kali. Hilang kesadaran 4 kali. Dokter-dokter RRC itu memvonis Presiden Soekarno akan lumpuh permanen atau segera wafat. Vonis itu mengabaikan analisis Dokter UI, Mahar Mardjono. Analisis dokter-dokter RRC itu menjadi alat propaganda politik. Untuk dahulu mendahului dalam perebutan kekuasaan. Meletuslah kudeta PKI 1965.

 

Di luar negeri juga pernah terjadi percobaan kemanusiaan Hitler. Membunuh banyak orang dengan skenario medis tertentu. Khususnya di kamp-kamp konsetrasi. Begitu pula kasus Benghazi Six dan Lockerbie, Libia. Politik medis itu memang ada.

Lihat juga...