Penolakan Pendakwah, Kenapa?

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

Tulisan ini tidak menggunakan istilah “Persekusi”. Menurut KBBI (Kamus Besar bahasa Indonesia) persekusi merupakan pemburuan sewenang-wenang terhadap individu atau kelompok dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas.

Kasus penolakan terhadap sejumlah pendakwah di Indonesia jauh dari tindakan persekusi. Mereka ditolak ceramah atau diminta mengakhiri ceramah dan diminita pulang dengan baik-baik. Oleh sekelompok orang atau sekelompok massa.

Kasus penolakan penceramah pada saat ini memang sudah mereda. Sebagai autokritik, introspeksi atau evaluasi tetap layak dilakukan terhadap fenomena itu. Kejadianya sering berulang dan berlangsung dalam kurun panjang.

Tulisan ini bukan hasil riset komprehensif. Melainkan didasarkan pencermatan dalam kurun panjang. Antara tahun 1990-an s.d 2023. Atas fenomena penolakan terhadap sejumlah penceramah agama.

Fenomena penolakan itu bukanlah fenomena intoleransi. Bukan permusuhan yang diakibatkan perbedaan paham keagamaan. Toleransi sudah menemukan bentuknya yang sangat mapan di Indonesia.

Ketika tidak mengusik keyakinan dan sikap keagamannya, maka tidak akan memicu konflik. Saling menghormati kebiasaan, keyakinan, tradisi, agama dan budaya yang berbeda, sudah menjiwa bagi masyarakat Indonesia.

Lantas kenapa terjadi penolakan dan bahkan pengusiran terhadap sejumlah penceramah terjadi?

Permasalahannya terletak pada pelanggaran etika dan gagal paham sosio-politik. Akibatnya memicu kekagagalan harmoni dalam komunikasi sosial.

Penolakan sejumlah penceramah itu jika diklasifikasikan secara sederhana disebabkan oleh hal-hal berikut:

Pertama, gairah keagamaan tidak pada tempatnya. Akibatnya memunculkan penilaian provokatif oleh masyarakat. Contohnya pengajian MTA Solo di Trenggalek Jatim. Kejadiannya sebelum tahun 2010-an.

Lihat juga...