Presiden Soeharto Wafat, Bagaimana Ekspresi Simpati Rakyat?

Oleh : Abdul Rohman

Hanya sekali Presiden Soeharto general check up di Jerman. Dan itu bukan pengobatan. Sedangkan trend kala itu (10 tahun reformasi), para pejabat Indonesia gemar berobat di luar negeri. Bahkan Menhankan Matori Abdul Jalil juga berobat ke Singapura. Walaupun hal itu (berobat ke luar negeri) diketahui sebagian merupakan alasan orang Indonesia lari dari kejaran aparat atas tuduhan korupsi.

“Bagaimana mungkin pemerintah bisa mempertahankan kedaulatan NKRI yang luas ini, jika setiap tarikan nafas seorang Menhankam dipertaruhkan pada ujung jarum suntik dokter-dokter Singapura. Negara tetangga yang akhir-akhir ini kebijakan negaranya sangat merugikan Indonesia. Lihat Pak Harto, seorang mantan Presiden yang sangat berkuasa, dan dihargai para pemimpin dunia, akan tetapi mempercayakan perawatan kesehatannya pada dokter-dokter dalam negeri”.

Itulah reaksi aktivis itu ketika mendengar Presiden Soeharto wafat di RSPP Pertamina.

Kenapa Presiden Soeharto tidak memilih pengobatan di luar negeri yang dianggap lebih baik dari Indonesia?. Buku ini secara panjang lebar menyajikan analisisnya.

Bahwa Persiden Soeharto sangat hati-hat betul dalam menutup semua celah intervensi dari pihak manapun terhadap kebijakan bangsa ini. Termasuk kemungkinan intervensi itu dari aspek-aspek pribadi. Semisal melalui faktor kesehatan Persiden.

Buku itu menyinggung politik medis. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu upaya mempengaruhi kebijakan atau melemahkan sebuah negara melalui aspek-aspek kesehatan para penyelenggaranya.

Buku itu mengingatkan peristiwa Presiden Soekarno yang dirawat dokter-dokter RRC pada tahun 1965. Para dokter itu memvonis Presiden Soekarno akan segera meninggal atau lumpuh permanen. Setelah Presiden Soekarno pada tanggal 4 Agustus 1965 muntah-muntah 11 kali dan hilang kesadaran empat kali.

Lihat juga...