Presiden Soeharto Wafat, Bagaimana Ekspresi Simpati Rakyat?
Oleh : Abdul Rohman
Nun jauh di pedesaan Jawa Timur, juga ada peristiwa meledaknya sebuah TV. Rupanya TV itu terbakar karena sehari semalaman tidak dimatikan. Pemiliknya dan keluarganya mengikuti proses pemberitaan wafatnya Presiden Soeharto hingga dimakamkan. TV itu tidak dimatikan. Sampai akhirnya kebakaran.
Buku itu juga merekam reaksi para blogger dari berbagai penjuru. Kala itu group WA, Twitter, facebook, Instagram, Youtube, belum semarak seperti saat ini. Reaksi publik biasanya ditulis dalam sebuah blog, atau kolom komentar di bawah berita online.
Komentar-komentar kaum muda dari berbagai penjuru itu mencerminkan kehilangan bapak bangsanya yang sangat mereka cintai. Tidak sedikitpun ada nuansa mengamini citra buruk yang dilekatkan berbagai pihak kepada Presiden Soeharto selama sepuluh tahun terakhir.
Membaca reaksi-reaksi para blogger (sekarang disebut netizen) memberikan pemahaman bahwa opini buruk terhadap Presiden Soeharto hanya berasal dari sejumlah kecil pihak. Mereka kelihatan besar karena didukung media. Sedangkan sebagian masyarakat justru memandang positif, masih setia dan loyal kepada Presiden Soeharto.
Bukan hanya reaksi-reaksi emosional masyarakat, buku “Presiden Soeharto dan Visi Kenusantaraan” juga merekam analisis kritis aktivis senior atas wafatnya Presiden Soeharto itu. Aktivis senior itu memberikan analisis berbeda dari kebanyakan masyarakat atas wafatnya Presiden Soeharto.
Ia melihat momentum wafatnya Presiden Soeharto sebagai pembuktian jiwa nasionalismenya yang tiada banding. Pembuktian itu tercermin dari fakta bahwa Presiden Soeharto hingga wafatnya tidak dirawat di luar negeri. Ia percayakan kesehatannya kepada dokter-dokter dalam negeri.