Diabetes di Indonesia Seperti Fenomena “Gunung Es”
Selain itu, Kemenkes bersama BPJS Kesehatan memiliki program Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) yang memungkinkan masyarakat memeriksa gula darah secara rutin yang ditanggung biayanya oleh negara.
“Dari studi epidemiologi genetik, tidak ada seorang pun terbebas dari gen diabetes sehingga setiap orang berpotensi mengalami diabetes. Faktor promotif dan preventif harus dikerjakan,” katanya.
Pada tahap hilir atau pengobatan, kata dia, dibutuhkan upaya skrining untuk mencegah lebih dini timbulnya penyakit komplikasi yang dipicu gula darah.
“Kita tidak hanya obati gula darah, tapi mencegah komplikasi seperti stroke, serangan jantung, harus cuci darah, amputasi maupun faktor lainnya,” katanya.
Wamenkes mengatakan diabetes kerap ditandai dengan angka diagnosa gula darah lebih dari 126, gula darah sesudah makan lebih 200 atau angka rata-rata gula darah dalam tiga bulan terakhir lebih dari 6,5.
Namun dalam taraf itu, ia menyebut upaya antisipasi penyakit sudah terlambat. Sering kali gula darah yang tidak terkendali memicu berbagai penyakit lain sehingga mengakumulasi biaya yang harus ditanggung negara untuk pasien.
“Dengan upaya maksimal di hulu, kita akan hemat biaya pengobatan komplikasi. Supaya biaya akumulasi di luar penyakit diabetes bisa ditekan. Mengobati diabetes dari awal jadi sangat penting,” demikian Dante Saksono Harbuwono. [Ant]