Delegasi RI: Artikel 6 Diadopsi, Paris Agreement Dapat Dilakukan Utuh

Regulasi baru tersebut memiliki empat mekanisme, yakni perdagangan karbon serta opsi perdagangan karbon sukarela, pembayaran berbasis hasil yang merupakan salah satu implementasi dari Artikel 5 Paris Agreement, pajak karbon, serta mekanisme lain dikembangkan national focal point berdasarkan kemajuan pengetahuan, pengalaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan regulasi tersebut, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong saat berbicara di salah satu sesi diskusi di Paviliun Indonesia dalam gelaran COP26 di Glasgow, Skotlandia, mengatakan Indonesia siap mencari solusi agar Artikel 6 dapat berjalan dengan baik bagi semua pihak, termasuk sektor publik dan swasta. Sehingga dapat mendukung tercapainya kerja yang tangguh dan inklusif.

Sementara itu, terkait dengan Perpres Nilai Ekonomi Karbon, Manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono mengatakan mereka memiliki kekhawatiran mekanisme perdagangan karbon dalam regulasi tersebut menjadi celah bagi korporasi di Indonesia untuk lari dari kewajiban menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang mereka hasilkan. Bagian perdagangan karbon yang dikhawatirkan bisa menjurus ke carbon offset itu yang menjadi keberatan mereka dari isi regulasi baru tersebut.

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak dalam keterangan pers secara daring di Jakarta, Senin, juga mengatakan bahwa mereka mengambil posisi kritis dalam hal carbon offset. Sehingga setiap perdagangan karbon yang menjurus pada carbon offset mereka anggap memiliki potensi yang berbahaya untuk tujuan upaya pengurangan emisi itu sendiri.

Carbon offset merupakan mekanisme pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) maupun gas rumah kaca lainnya yang ditujukan untuk mengkompensasi emisi yang dihasilkan di tempat lain atau pada kegiatan lain.

Lihat juga...