Targetkan Eliminasi Tb 2030, Pemerintah Tetapkan Langkah Percepatan

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

Permasalahannya bukan hanya pada penyakit Tb itu sendiri, tapi juga pada resistensi obat. Yang akhirnya menyebabkan krisis kesehatan yang lebih buruk.

“Sebelum masa pandemi tercatat peningkatan penanganan Tb secara regional Asia. Yaitu peningkatan pada penemuan kasus Tb sebanyak 20 persen, keberhasilan perawatan juga meningkat dari 79 persen pada tahun 2014nmenjadi 83 persen pada tahun 2017 dan jumlah kematian menurun dari 758 ribu pada tahun 2015 menjadi 658 ribu pada tahun 2018,” urainya.

Selama masa pandemi, sebagai akibat gangguan pada proses identifikasi, akses perawatan hingga ketersediaan obat, tercatat di seluruh dunia, ada 1,5 juta orang yang meninggal akibat Tb.

“Angka ini jauh lebih tinggi dari prediksi awal, yang diperkirakan hanya akan ada penambahan sekitar 350 orang. Tapi setelah dihitung kembali, ternyata potensi peningkatannya hampir lima kali lipat dari jumlah yang diprediksi WHO,” urainya lebih lanjut.

Secara regional, peningkatan cakupan Tb ini disebabkan oleh lima faktor.

“Yaitu terhenti sementara proses identifikasi kasus aktif dan keterbatasan akses pada pelayanan kesehatan, berkurangnya jumlah sampel yang diperiksa di laboratorium karena laboratorium difokuskan untuk melakukan pengetesan COVID 19, terganggunya pengadaan dan ketersediaan obat Tb, proses perawatan yang tertunda serta SDM Kesehatan beralih fungsi dari pemantau pasien Tb menjadi pemantau pasien COVID 19,” kata Tjandra Yoga.

Di Indonesia sendiri, tercatat kasus Tb adalah 845 ribu dengan tingkat kematian 98 ribu atau setara dengan 11 kematian per jam.

“Karena angka temuan dan pengobatan baru 67 persen, maka ada potensi 238 ribu pengidap Tb yang tidak teridentifikasi yang berisiko menjadi sumber penularan bagi orang disekitarnya,” tuturnya.

Lihat juga...