Generasi Muda Indonesia Khawatirkan Krisis Iklim

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Direktur Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri mengatakan, mayoritas generasi muda Indonesia merasakan kekhawatiran atas krisis iklim. Namun sayangnya dalam proses untuk melakukan perubahan iklim, generasi muda tidak dilibatkan. 

Generasi muda  hanya menjadi alat, padahal mereka yang akan menanggung bebannya. Mereka dilibatkan dalam diskusi juga cuma sebagai simbol saja.

“Salah kalau menganggap generasi muda tidak peduli dan tidak tahu soal perubahan iklim,” ujar Adhityani, pada diskusi virtual tentang Perubahan Iklim yang diikuti Cendana News di Jakarta, Rabu (13/10/2021).

Kepedulian generasi muda itu menurutnya, dibuktikan melalui survei yang dilakukan. Yakni lebih dari 80 ribu generasi muda khawatir pada krisis iklim. Dan 60 persen mengatakan bahwa krisis iklim akan lebih parah daripada Covid-19 atau sama parahnya.

Kesadaran itu sudah tumbuh dalam jiwa generasi muda yang meminta Indonesia adanya perubahan iklim. Seperti penanggulangan sampah plastik dan lainnya.

Dalam perubahan iklim, tambah dia, secara inklusif diharapkan pemerintah tidak hanya mengajak bicara, tetapi generasi muda harus dilibatkan pada perubahan model pembangunan.

Contohnya sebut dia, anak muda kreatif dan inovatif dalam bidang star up dan digital ekonomi didukung. Tetapi untuk hal lain terutama terkait sumber daya alam (SDA), itu masih ekstraktif. Dan Indonesia masih  mengandalkan entitas-entitas besar untuk menjalankan model pembangunan yang sifatnya developmentalisme.

“BUMN dan perusahaan swasta yang terkooporasisasi dan terkonglomerasi,” tukasnya.

Menurutnya, pemerintah harus berpikir bagaimana caranya wujudkan kebijakan pembangunan ekonomi rendah karbon  yang berbasis target sains yang selaras  di seluruh dunia dalam memerangi krisis iklim yang sifatnya inklusif.

Lihat juga...